Tuesday 19 September 2023

TIGA SIKAP ORANG BERIMAN TERHADAP ORANG MUNAFIK

Orang munafik adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan seseorang yang berpura-pura menjadi baik, jujur, atau salih, tetapi sebenarnya mereka memiliki niat atau perilaku yang bertentangan dengan tindakan mereka tersebut. Dalam konteks agama Islam, istilah ini sering digunakan untuk merujuk pada seseorang yang berpura-pura beriman tetapi sebenarnya tidak beriman. Istilah ini juga dapat digunakan dalam konteks umum untuk menggambarkan seseorang yang tidak konsisten dalam kata dan tindakan mereka, atau seseorang yang berpura-pura menjadi sesuatu yang sebenarnya tidak mereka yakini atau dukung.

Orang yang bersifat munafik ini berada di mana-mana dalam Masyarakat. Pada bila-bila masa mereka boleh menjadi musuh dalam selimut, pepat di luar rencong di dalam dan cakap tidak serupa bikin dalam Bahasa biasa.

Dalam ayat 83 hingga 85 (at-Taubah), Allah SWT menyatakan sikap-sikap tegas yang diambil terhadap orang-orang munafik setelah selang waktu yang cukup lama yang diberikan kepada mereka dan setelah mereka disikapi secara zhahir sebagai orang-orang Muslim. Sikap-sikap tegas orang-orang beriman dan para pejuang kebenaran ada tiga.

Pertama, mereka dilarang pergi berjihad bersama orang-orang Muslim. Kedua, mayat mereka tidak dishalatkan dan tidak boleh tertipu oleh harta dan anak-anak yang mereka banggakan. Ketiga sikap tersebut menunjukkan bahwa mereka adalah sekelompok orang kafir yang mengingkari Allah dan Rasul-Nya.

Adapun sikap pertama, maka ia hanya dilakukan terhadap orang-orang munafik, karena, orang-orang yang tidak ikut berperang dan menetap di Madinah ketika itu tidak semuanya munafik, akan tetapi diantara mereka ada orang-orang yang mempunyai uzur dan orang-orang yang tidak punya uzur. Kemudian, Allah mengampuni dan menerima taubat mereka, seperti tiga sahabat yang tertinggal dari peperangan.

Sikap yang kedua, adalah tidak menganggap mereka sama sekali. Karena, menshalatkan mayat dan berdiri di sisi kubur untuk mendoakannya adalah penghormatan dan pemuliaan terhadap mereka, sedangkan orang kafir tidak layak mendapatkan penghormatan tersebut, Sikap ini jauh sekali dengan sikap yang dilakukan terhadap orang-orang yang beriman. Terhadap mayat orang-orang Mukmin, Nabi saw segera menshalatkannya, karena shalat beliau adalah syafaat dan ketenangan. Beliau juga memerintahkan orang-orang Mukmin untuk mendoakan dan memintakan ampun untuk mayat orang-orang Mukmin sebagai pemuliaan dan penghormatan.

Abu Dawud, al-Hakim dan al-Bazzar meriwayatkan dari Utsman r.a., dia mengatakan bahwa, "Rasulullah saw. setelah selesai mengubur mayat, beliau berdiri di sisi kubur lalu bersabda,

"Mohonlah ampun untuk saudara kalian dan mohonkanlah keteguhan untuknya, karena sesungguhnya saat ini dia sedang ditanya." (HR Abu Dawud, al-Hakim, dan al-Bazzar).

Ayat di atas merupakan nash tentang larangan untuk menshalatkan orang-orang kafir dan larangan berdiri di sisi kubur mereka, ketika proses penguburan juga larangan untuk ikut menguburkannya. Di dalamnya tidak ada dalil tentang perintah untuk menshalatkan orang-orang Mukmin. Akan tetapi, kewajiban menshalatkan mayat seorang Mukmin diambil dari hadits-hadits shahih, seperti hadits yang diriwayatkan Muslim dari Jabir bin Abdullah, dia mengatakan bahwa, "Rasulullah saw. bersabda,

"Sesungguhnya seorang saudara kalian telah meninggal dunia, maka shalatilah dia." Jabir bin Abdullah mengatakan bahwa, "Lalu kami bangkit kemudian kami membuat dua shaf' yang dimaksud beliau adalah raja Najasyi.” (HR Muslim).

Dari Abu Hurairah r.a., bahwa Rasulullah saw. menyampaikan berita duka kepada orang-orang ketika Najasyi meninggal dunia. Lalu beliau pergi ke tempat shalat dan melakukan shalat ghaib dengan empat kali takbir.

Kaum Muslimin sepakat (berijma') bahwasanya mayat orang-orang Muslim tidak boleh dibiarkan saja tanpa tidak dishalatkan. Hal ini sebagai sebuah amalan yang diwarisi dari Nabi saw, baik berupa sabda maupun perbuatan beliau.

Sebagian ulama juga memasukkan dalam kewajiban ini menghantarkan jenazah kaum Muslimin. Dengan mafhum mukhaalafah atau dalil khithab, dari ayat diatas dapat difahami tentang disyari'atkannya berdiri di sisi kuburan orang Muslim hingga selesai dikuburkan. Hal ini dilakukan oleh Nabi saw.. Beliau berdiri di sisi kubur hingga mayat seseorang selesai dikuburkan dan beliau mendoakan agar mayat tersebut diberi keteguhan. Dan Ibnu az-Zubair r.a., jika ada kerabatnya meninggal dunia, dia terus berdiri di sisi kuburnya hingga selesai dikuburkan.

Di dalam Shahih Muslim juga disebutkan bahwa Amr bin al-Ash r.a., ketika akan meninggal dunia mengatakan bahwa, "Jika kalian selesai menguburkan saya, maka taburkanlah tanah di atas kuburku. Kemudian tetaplah berada di sisi kuburku selama tempoh orang menyembelih unta dan membagikan dagingnya, agar saya merasa tenang dengan keberadaan kalian dan saya dapat berfikir tentang jawaban yang saya berikan kepada para utusan Tuhanku."

Jumhur ulama berpendapat bahwa takbir untuk dalam shalat jenazah adalah empat kali. Ad-Daruquthni meriwayatkan dari Ubay bin Ka'b r.a., bahwa Rasulullah saw. bersabda,

"Ketika para malaikat menshalati Adam, mereka bertakbir empat kali dan mengatakan bahwa, "Ini adalah sunnah kalian wahai anak cucu Adam." (HR ad-Daruquthuni).

Menurut pendapat yang masyhur dalam Madzhab Malik, di dalam shalat jenazah tidak ada bacaan AI-Qur'an. Demikian juga dalam pendapat Abu Hanifah dan ats-Tsauri. Hal ini berdasarkan sabda Nabi saw yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Abu Hurairah, bahwa beliau bersabda, "Jika kalian menshalati mayat, maka ikhlaskanlah doa untuknya." (HR Abu Dawud).

Adapun, asy-Syafi'i, Ahmad, Dawud dan sejumlah ulama berpendapat bahwa di dalam shalat jenazah dibaca surah al-Faatihah. Hal ini berdasarkan sabda Nabi saw. yang diriwayatkan oleh al-Jamaa'ah (Ahmad, Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, an-Nasa'i dan Ibnu Majah) dari Ubadah bin Shamit,

“Tidak sah shalat bagi orang yang tidak membaca al-Faatihah." (HR al-Jamaah).

Mereka membawa keumuman makna hadits ini pada shalat jenazah.

Juga berdasarkan hadits yang diriwayatkan al-Bukhari dari Ibnu Abbas r.a., bahwa dia menshalati jenazah lalu membaca al-Faatihah dan dia mengatakan bahwa, “Agar kalian tahu bahwa ini adalah Sunnah (tuntunan Rasulullah saw.)."

Bagi imam, disunnahkan untuk berdiri di dekat kepala jenazah laki-laki dan di Tengah-tengah badan jenazah perempuan. Ini adalah pendapat asy-Syafi'i, berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Anas r.a., bahwa suatu ketika dia menshalati jenazah. Lalu, al-Ala' bin Ziyad bertanya, "Wahai Abu Hamzah, apakah Rasulullah saw dahulu menshalati jenazah seperti shalatmu; bertakbir empat kali dan berdiri di sisi kepala jenazah laki-laki dan di sisi tengah badan perempuan?" Anas menjawab, " Ya."

Imam Muslim meriwayatkan dari Samurah bin fundub, dia mengatakan bahwa, "Saya melakukan shalat di belakang Nabi saw. ketika beliau menshalati Ummu Ka'b yang meninggal dunia ketika melahirkan. Ketika itu Rasulullah saw. berdiri di sisi tengah badannya.

Adapun sikap ketiga terhadap orang-orang munafik, sebagaimana ditunjukkan oleh ayat di atas, adalah larangan tertipu oleh harta dan anak-anak mereka, serta peringatan untukyangkedua kalinya tentang hal tersebut, mengingat jiwa manusia sangat senang dengan kedua hal tersebut. Hal ini juga untuk membuat manusia agar menyibukkan dirinya dengan sesuatu yang abadi dan meminta ampunan dari Allah SWT. Disebutkannya ayat ini setelah sebelumnya disebutkan ayat yang serupa di dalam ayat 55, adalah untuk menunjukkan penegasan dan kesungguhan yang sangat di dalam peringatan tersebut Hal ini sebagaimana Allah SWT juga menyebutkan dua kali firman-Nya di dalam surah an-Nisaa',

“Allah tidak akan mengampuni dosa syirik (mempersekutukan Allah dengan sesuatu), dan Dia mengampuni dosa selain itu bagi siapa yang Dia kehendaki." (an-Nisaa': 116).

Begitu tegas sekali sikap orang beriman terhadap orang munafik kerana mereka sebenarnya para pengacau perjuangan.

Semoga kita dapat mengenali orang-orang munafik di mana pun mereka berada dan menghindari bencana yang mereka datangkan terhadap misi dan perjuangan Islam. Aamiin…

Rujukan: Tafsir al-Munir, Wahbah Zuhaili, ayat 83 hingga 85 Surah at-Taubah.

Dr. Ismail Abdullah @DrIsbah, Teras Jernang, 19-09-2023.

No comments:

Post a Comment