Friday 29 September 2023

PENGAJARAN DARI KISAH PEMBINAAN MASJID DHIRAAR

Masjid Dhiraar ialah sebuah masjid orang munafik yang sengaja dibangun oleh orang munafik bagi menentang Islam pada zaman awal Rasulullah saw., ketika baginda berhijrah ke Madinah, padahal pada ketika itu sudah berdirinya Masjid Quba yang dibangun oleh Rasulullah saw..

Pembinaan Masjid Dhiraar membawa empat (4) tujuan iaitu (1) menimbulkan kemudharatan, (2) kufur kepada ajaran Nabi, (3) memecahbelah kaum muslimin, dan (4) menjadikan masjid itu sebagai benteng menentang Islam (Allah dan Nabi).

Ketika Nabi saw. hijrah ke Madinah, tempat pertama yang beliau singgah ialah Quba dan mendatangi Kultsum bin al-Hadm pemimpin Bani Amru bin Auf yang menjadi suku majoriti dari golongan Anshar. Quba adalah sebuah desa yang berjarak sekitar dua batu (sekitar 3 kilometer) dari arah selatan Madinah, dan Rasulullah saw. tinggal di sini dari hari Isnin sampai Jum'aat dan beliau mendirikan Masjid Quba.

Maksud firman Allah SWT melalui ayat 107 hingga 110 dapat diperturunkan sebagai berikut:

Dan (di antara orang-orang munafik juga ialah) orang-orang yang membina masjid dengan tujuan membahayakan (keselamatan orang-orang Islam), dan (menguatkan) keingkaran (mereka sendiri) serta memecah-belahkan perpaduan orang-orang yang beriman, dan juga untuk (dijadikan tempat) intipan bagi orang yang telah memerangi Allah dan RasulNya sebelum itu. Dan (apabila tujuan mereka yang buruk itu ketara), mereka akan bersumpah dengan berkata:" Tidaklah yang kami kehendaki (dengan mendirikan masjid ini) melainkan untuk kebaikan semata-mata ". Padahal Allah menyaksikan, bahawa sesungguhnya mereka adalah berdusta. (at-Taubah (9) : 107).

Jangan engkau sembahyang di masjid itu selama-lamanya, kerana sesungguhnya masjid (Qubaa' yang engkau bina wahai Muhammad), yang telah didirikan di atas dasar taqwa dari mula (wujudnya), sudah sepatutnya engkau sembahyang padanya. Di dalam masjid itu ada orang-orang lelaki yang suka (mengambil berat) membersihkan (mensucikan) dirinya; dan Allah Mengasihi orang-orang yang membersihkan diri mereka (zahir dan batin). (at-Taubah (9) : 108).

Maka adakah orang yang membangunkan masjid yang didirikannya di atas dasar taqwa kepada Allah dan (untuk mencari) keredaan Allah itu lebih baik, ataukah orang yang membangunkan masjid yang didirikannya di tepi jurang yang (hampir) runtuh, lalu runtuhlah ia dengan yang membangunkannya ke dalam api neraka? Dan (ingatlah) Allah tidak akan memberi hidayah petunjuk kepada orang-orang yang zalim. (at-Taubah (9) : 109).

(Keruntuhan masjid) yang dibina oleh mereka yang munafik itu sentiasa menjadi penyakit syak dan keluh-kesah (lebih daripada yang sedia ada) dalam hati mereka, (dan tidak akan habis) kecuali (apabila) hati mereka hancur-luluh (dalam tanah). Dan (ingatlah) Allah Maha Mengetahui, lagi Maha Bijaksana. (at-Taubah (9) : 110).

Setelah Allah SWT menyebutkan sifat-sifat orang munafik dan jalan mereka yang berbeda-beda dalam kemunafikan itu, Allah SWT berfiman (وَٱلَّذِينَ ٱتَّخَذُواْ مَسۡجِدٗا ضِرَارٗا) (Dan (di antara orang-orang munafik itu) ada orang-orang yang mendirikan mesjid untuk menimbulkan kemudharatan (pada orang-orang Mukmin)).

Adapun sebab turunnya ayat-ayat ini, ulama tafsir berpendapat bahwa sesungguhnya Bani Amru bin Auf mereka adalah dari golongan Aus telah mendirikan Masjid Quba. Mereka pun mendatangi Rasulullah saw. dan meminta kepada beliau untuk mendatangi mereka, dan beliau mendatangi mereka serta shalat di masjid itu. Saudara-saudara mereka dari Bani Ghunmun bin Auf dari golongan Khazraj iri hati kepada mereka dan berkata, "Kita akan mendirikan sebuah masjid dan kita utus kepada Nabi saw. dan membawanya ke sini mendatangi kita dan dia shalat bersama kita di dalamnya seperti dia shalat di masjid saudara-saudara kita, dan Abu Amir ar-Raahib akan shalat di dalamnya sekembalinya dia dari Syam." Mereka pun mendatangi Nabi saw yang sedang menyiapkan perjalanan beliau ke Tabuk dan berkata, "Wahai Rasulullah, kami membangun sebuah masjid untuk orang-orang yang punya hajat dan keperluan serta malam-malam yang banyak hujan. Kami ingin engkau shalat bersama kami di masjid itu dan mendoakan keberkatan untuk kami."

Nabi saw menjawab, “Aku akan melakukan perjalanan perang dan sedang sibuk, jika kami telah kembali nanti kami akan mendatangi kalian dan kami shalat bersama kalian di sana."

Ketika Nabi saw. pulang dari Perang Tabuh mereka mendatangi beliau dan mereka telah selesai membangun masjid tersebut, dan mereka telah melaksanakan shalat di masjid tersebut pada hari fum'at Sabtu, dan Ahad, beliau pun meminta baju untuk dipakai dan segera mendatangi mereka, lantas turunlah ayat Al-Qur'an kepada beliau memberitakan perihal Masjid Dhiraar.

Nabi saw. memanggil Malik bin Dukhsyum, Ma'nun bin'Uday, Amir bin Sakan dan Wahsyi, pembunuh Hamzah, beliau berkata kepada mereka, "Pergilah kalian ke masjid yang warganya zalim ini. Hancurkan dan bakar masjid itu."

Mereka segera dan cepat pergi, Malik bin Dukhsyum keluar dari rumahnya dengan membawa obor api. Mereka bergegas dan membakar masjid itu serta menghancurkannya. Orang yang membangun masjid itu berjumlah dua belas orang.

Adapun Abu Amir ar-Raahib, dia adalah seorang dari golongan Khazraj yang awalnya beragama Nasrani dan mempunyai kedudukan tinggi di tengah ahlul kitab. Ketika Nabi saw datang hijrah ke Madinah, orang-orang Islam bersatu bersama beliau dan kalimat Islam semakin meninggi, Abu Amir lari dan pergi ke Mekah. Dia memprovokasi kaum musyrikin Mekah untuk memerangi kaum Muslimin dalam Perang Uhud. Setelah orang-orang selesai dari Perang Uhud, dia lari dan pergi ke Heraclius raja Romawi meminta bantuannya. Raja itu menjanjikan dan memberinya bantuan.

Abu Amir menulis kepada orang-orang dari golongannya ahli nifaq bahwa dia akan membawa pasukan yang akan memerangi Muhammad dan mengalahkannya, dia pun memerintahkan mereka untuk mendirikan sebuah benteng yang dapat menjadi tempat berlindung bagi orang-orang yang menyampaikan surat-suratnya dan boleh juga menjadi tempat mengintai baginya jika dia datang kepada mereka setelah itu.

Kesimpulannya, masjid ini dibangun oleh dua belas orang dari golongan orang-orang munafik atas usulan dan saran Abu Amir ar-Raahib, kemudian timbul di dalam diri saudara-saudara Bani Amru bin Auf untuk menandingi mereka dalam pembangunan Masjid Quba dan menyamainya, dan boleh sebagai tempat tinggal bagi Abu Amir jika dia datang untuk menjadi pemimpin mereka.

Sebab turunnya ayat (فِيهِ رِجَالٞ يُحِبُّونَ أَن يَتَطَهَّرُواْۚ) Imam Tirmidzi meriwayatkan dari Abu Hurairah berkata, “Ayat ini diturunkan berkenaan dengan warga Quba (فِيهِ رِجَالٞ) dia berkata, "Mereka sedang beristinja dengan air; jadi ayat ini diturunkan berkenaan dengan mereka."

Ibnu Jarir meriwayatkan dari ‘Atha' mengatakan bahwa satu kaum dari warga Quba berhadats, kemudian berwudhu dengan air; jadi ayat ini diturunkan berkenaan dengan mereka (فِيهِ رِجَالٞ يُحِبُّونَ أَن يَتَطَهَّرُواْۚ وَٱللَّهُ يُحِبُّ ٱلۡمُطَّهِّرِينَ).

Ibnu Abbas berkata, "Ketika ayat ini diturunkan (فِيهِ رِجَالٞ يُحِبُّونَ أَن يَتَطَهَّرُواْۚ) Rasulullah saw. mendatangi Awim bin Sa'idah dan bertanya, "Kesucian apa yang telah Allah puji atas kalian ini? Dia menjawab, "Wahai Rasulullah, tidak ada di antara kita baik laki-laki atau perempuan yang keluar dari tandas (toilet) kecuali dia mencuci farajnya atau dia berkata "kemaluannya." maka Nabi saw berkata, "Begitulah memang."

Ada yang mengatakan bahwa ketika ayat ini diturunkan, Rasulullah saw berjalan bersama dengan orang-orang Muhajirin sampai beliau berdiri di depan Masjid Quba. Saat itu orang-orang Anshar sedang duduk-duduk, beliau pun bertanya, “Apakah kalian orang Mukmin?" Mereka diam, dan beliau mengulang pertanyaannya, dan Umar berkata, "Sesungguhnya mereka adalah orang-orang Mukmin dan aku bersama mereka, Rasulullah saw. bertanya, “Apakah kalian ridha dengan qadha dan qadar?" Mereka menjawab, "Ya." Beliau berkata, “Apakah kalian sabar atas segala musibah?" Mereka menjawab, "Ya." Beliau bertanya lagi, “Apakah kalian bersyukur dalam kebahagiaan?" Mereka menjawab, "Ya." Lalu Rasulullah berkata, "Bererti kalian adalah orang-orang beriman dan demi Tuhan Pemilik Ka'bah." Lantas beliau duduk kemudian berkata, "Wahai kaum Anshar, sesungguhnya Allah Azza wa Jalla telah memuji kalian, maka apa sajakah yang kalian lakukan pada saat berwudhu dan ketika buang air besar?" Mereka menjawab, "Wahai Rasulullah, kami setelah buang air besar membersihkannya dengan tiga batu kemudian setelah membersihkan dengan batu kami menggunakan aiq, maka beliau membaca ayat (فِيهِ رِجَالٞ يُحِبُّونَ أَن يَتَطَهَّرُواْۚ).

Tafsir dan Penjelasan.

Dari orang-orang munafik yang telah kita sebutkan, mereka adalah kelompok yang telah mendirikan Masjid Dhiraar di samping Masjid Quba. Jumlah mereka seramai dua belas orang dari kaum munafik Aus dan Khazraj, pendirian masjid tersebut memiliki empat alasan sebagai berikut. 1. Membuat kemudharatan bagi warga Masjid Quba yang telah didirikan oleh Nabi saw pada saat awal kedatangan beliau ke Madinah.

2. Sebagai sikap kekafiran kepada Nabi saw. dan kepada apa yang beliau bawa, membuat fitnah terhadap beliau dan Islam, dan menjadikan masjid yang mereka bangun itu sebagai tempat untuk melakukan tipu daya dan konspirasi busuk terhadap kaum Muslimin sehingga masiid itu menjadi pusat fitnah dan kemunafikan serta tempat pelarian orang-orang munafik untuk lari dari kewajiban melaksanakan shalat. Hal itu adalah kekafiran karena kafir boleh terjadi pada keyakinan dan perbuatan yang keduanya boleh menghapus keimanan.

3. Memecah-belah antara orang-orang Mukmin yang selalu shalat di belakang Rasulullah saw. di satu masiid. Apabila sebagian mereka ada yang shalat di Masjid Dhiraar; akan teriadi perpecahan dan hilang kasih sayang serta kesatuan umat. Untuk itu pada dasarnya umat Islam hendaknya shalat dalam satu masiid dan memperbanyak masjid tanpa keperluan boleh menghilangkan tujuan utama agama.

4. Sebagai tempat untuk memantau atau menunggu kedatangan orang yang sedang dimusuhiAllah dan Rasul-Nya juga sebagai kantor serta tempat bagi kelompok orangorang siap perang bersamanya, mereka adalah orang-orang munafik yang mendirikan Masjid Dhiraar.

Maksud orang yang sedang dimusuhi Allah dan Rasul-Nya seperti yang disebutkan dalam sebab turunnya ayat adalah Abu Amir ar-Raahib dari golongan Khazraj, ayah dari Hanzhalah yang telah dimandikan oleh malaikat. Rasulullah saw. telah menamakan Abu Amir sebagai orang fasiq, pada zaman jahiliyah dia beragama Nasrani dan pernah belajar tentang kepasturan untuk menjadi seorang pastur. Ketika Rasulullah saw. keluar untuk hijrah, dia pun tetap memusuhi beliau karena dia telah kehilangan kepemimpinannya, dia pernah berkata kepada Rasulullah saw. pada peristiwa Perang Uhud, "Tidak ada satu kaum yang akan memerangi kamu kecuali aku akan memerangi kamu bersama mereka." dan dia tetap memerangi beliau sampai peristiwa Perang Hunain, ketika dia kalah bersama kaum Hawazin, dia lari ke Syam agar boleh membawa pasukan kaisar Romawi untuk memerangi Rasulullah saw. dia mati seorang diri di Qinnasrin (sebuah negeri di utara Syria). Ada yang mengatakan bahwa dia pernah mengumpulkan tentara perang pada peristiwa Perang Ahzab. Ketika mereka kalah, dia pergi ke Syam.

Kepergian Abu Amir ke Heraclius, kemungkinan terjadi setelah peristiwa Perang Uhud atau setelah Perang Hunain atau setelah Perang Ahzab (Khandaq) sesuai dengan apa yang diisyaratkan dalam beberapa riwayat.

Orang-orang munafik bersumpah, "Kami tidak menghendaki dari pendirian masjid ini selain kebaikan, iaitu dengan berbelas kasihan kepada kaum Muslimin, untuk mempermudah shalat berjamaah bagi warga yang lemah dan yang tidak mampu dan dapat digunakan pada saat-saat turun hujan." Sumpah itu dilontarkan agar Rasulullah saw memercayai mereka dan agar beliau mau shalat bersama mereka di dalamnya, sebagai dukungan bagi kaum Muslimin lainnya. Allah SWT Maha Mengetahui bahwa sesungguhnya mereka adalah pembohong dan pendusta dalam keimanan dan pengakuan mereka. Mereka adalah orang-orang munafik dalam perbuatan mereka dan hal itu telah diberitahukan kepada, Rasulullah saw.. Erti dari firman Allah (وَٱللَّهُ يَشۡهَدُ) bahwa sesungguhnya Dia Maha Mengetahui kebusukan jiwa dan hati mereka serta kedustaan sumpah mereka.

Sebagaimana mereka membangun masjid itu untuk tujuan kemudharatan dan keburukan, Allah SWT melarang dengan wahyu-Nya melalui Jibril untuk shalat di dalamnya, kemudian umat Islam mengikuti larangan itu, Allah SWT berfirman (لَا تَقُمۡ فِيهِ أَبَدٗاۚ) Allah mengungkapkan shalat dengan ungkapan a1-qiyaam mendirikan seperti dikatakan, "fulaan yaquumul laila" (Fulan mendirikan shalat malam), dari sini ada hadits shahih yang diriwayatkan oleh Bukhari,

"Barangsiapa yang mendirikan shalat malam di bulan Ramadhan oleh dasar keimanan dan mengharapkan pahala, dia akan diampuni segala dosa yang terdahulunya." (HR Bukhari).

Dapat diperhatikan penggunaan keterangan waktu (أَبَدٗاۚ) yang mencakup semua waktu yang akan datang karena kata ini dihubungkan dengan laa naafiyah yangbererti umum.

Kemudian, Allah memerintahkan beliau untuk shalat di Masjid Quba karena dua perkara. Pertama, karena masjid itu didirikan atas dasar takwa dengan ketaatan kepada Allah dan ketaatan kepada Rasul-Nya sejak hari pertama didirikan untuk menyatukan kesatuan orang-orang Mukmin dan tempat berlindung bagi Islam dan pemeluknya, Allah berfirman (َّمَسۡجِدٌ أُسِّسَ عَلَى ٱلتَّقۡوَىٰ) maksudnya adalah takwa kepada Allah, dengan ikhlas beribadah kepada-Nya, dapat menyatukan orang-orang Mukmin dalam cinta kepada Rasulullah saw dan menyatukan persatuan umat Islam, lebih layak dan lebih utama bagimu wahai rasul untuk shalat di dalamnya.

Maksudnya adalah seperti yang disebutkan dalam Shahih Bukhari dan seperti makna yang terkandung dalam konteks dan kisah ini iaitu Masjid Quba, untuk disebutkan dalam hadits shahih bahwa Rasulullah saw. bersabda,

"Shalat di Masjid Quba seperti umrah." (HR Bukhari).

Akan tetapi Imam Ahmad, Muslim, dan Nasa'i meriwayatkan bahwa Nabi saw. pernah ditanya tentang hal ini, beliau menjawab bahwa yang dimaksud adalah masjid beliau yang di Madinah. Tentunya tak ada masalah jika yang dimaksudkan dua masjid itu karena keduanya sama-sama dibangun atas dasar takwa sejak awal dimulai pendiriannya.

Kedua, sesungguhnya di dalam masjid ini terdapat orang-orang yang cinta membersihkan diri, baik kebersihan maknawi berupa bersih dari dosa dan kesalahan juga kebersihan nyata berupa kebersihan baju dan tubuh dengan berwudhu dan mandi dan dengan menggunakan air dalam beristinja setelah menggunakan batu. Contoh akhir dari pembicaraan ini adalah pendapat mayoritas ulama tafsir; namun yang lebih utama adalah keduaduanya, dari kebersihan tersebut.

Allah mencintai orang-orang yang bersih iaitu mereka yang benar-benar bersih baik jiwa maupun raga mereka, dan mereka adalah orang yang sempurna di antara manusia. Al-Baidhawi berkata, "Di dalamnya ada orang-orang yang cinta membersihkan diri mereka dari segala kesalahan dan perbuatan yang tercela demi mencari keridhaan Allah SWT" dan ada yang mengatakan, "Bersih dari hadats besar dan mereka tidak tidur dalam keadaan junub.” Allah mencintai dan ridha kepada orang-orang yang bersih. Mereka akan didekatkan di sisi Allah SWT seperti dekatnya seorang kekasih kepada orang yang dicintainya.

Al-Kasysyaf berkata bahwa kecintaan mereka kepada kebersihan iaitu bahwa mereka lebih mengutamakannya dan selalu menjaganya sebagaimana seorang yang cinta, akan menjaga sesuatu yang diidam-idamkannya dengan mengutamakan dan memprioritaskannya. Kecintaan Allah SWT kepada mereka adalah Allah ridha kepada mereka dan akan berlaku baik kepada mereka, layaknya seorang kekasih bersikap kepada orang yang dicintainya (Tafsir al-Kasysyaf (2 /58)).

Kecintaan Allah kepada para hamba-Nya ertinya keridhaan, qabul, dan kedekatan karena Allah SWT Mahasuci dari penyerupaan sifat-sifat-Nya. Kecintaan-Nya pun tidak seperti kecintaan kita, namun merupakan sesuatu yang layak dengan Maha Kesempurnaan-Nya, seperti yang disebutkan dalam hadits qudsi yang diriwayatkan oleh Bukhari,

“Apabila seorang hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan-amalan sunah, aku pun akan mencintainya, dan jika aku telah mencintainya. Aku menjadi pendengarannya dimana dia mendengar, dan menjadi penglihatannya di mana dia melihat." (HR Bukhari).

Kecintaan Allah SWT dalam ayat ini sama seperti kecintaan-Nya dalam kesucian keluarga Nabi saw iaitu firman Allah SWT,

"Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, wahai ahlul-bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya." (al-Ahzaab: 33).

Kemudian Allah SWT membedakan antara maksud dan tujuan pendirian kedua masjid itu, Allah berfirman (أَفَمَنۡ أَسَّسَ بُنۡيَٰنَهُ) tidak sama orang yang mendirikan bangunannya atas dasar takwa keridhaan Allah iaitu atas dasar yang kukuh dan penuh manfaat di dunia dan akhirat dengan orang yang mendirikan masjid bertujuan untuk kemudharatan dan kekafiran, dan untuk memecah-belah orang-orang Mukmin serta sebagai tempat menanti orang yang sebelumnya telah dimusuhi Allah dan Rasul-Nya, melainkan mereka mendirikan bangunan mereka di tepi jurang yang runtuh. Kalimatiurufun ertinya jurang yang terlubangi dengan air; maksudnya di tepi lubang dengan dasar pondasi yang lemah dan hancur serta akan segera runtuh. Apabila runtuh, runtuhnya ke dasar neraka Jahannam. Allah tidak memberikan petunjuk kepada orang-orang yang zalim iaitu tidak memperbaiki perbuatan orang-orang yang melakukan kerusakan dan tidak menunjukkan mereka ke jalan kebenaran, jalan keadilan yang benar yang di dalamnya ada kemaslahatan dan keselamatan mereka.

Ar-Razi (Tafsir ar-Razi (16/197)) berkata, "Kita tidak melihat di dunia ini sebuah contoh yang lebih padan dan tepat tentang perkara orang-orang munafik dari contoh ini." Inti pembicaraan ini adalah salah satu dari dua bangunan itu, yang satu tujuan pendirian dan pembangunannya adalah takwa kepada Allah dan mencari ridha-Nya, sementara yang satunya lagi, tujuan dari pembangunannya itu adalah maksiat dan kekafiran, untuk itu bangunan pertama adalah mulia dan wajib untuk dipertahankan, sementara yang kedua adalah hina dan wajib dihancurkan.

Firman Allah (فَٱنۡهَارَ بِهِۦ فِي نَارِ جَهَنَّمَۗ) lalu bangunannya itu jatuh bersama-sama dengannya ke dalam neraka Jahannam. Ada yang mengatakan bahwa itu memang yang sebenarnya, iaitu tempat tersebut menjadi salah satu tempat neraka, dan ada yang mengatakan bahwa itu adalah kiasan yang maknanya adalah bangunan itu masuk ke neraka, jadi seakan-akan bangunan itu runtuh dan masuk ke dalam neraka.

Kemudian Allah SWT menjelaskan maksud yang terselubung dari pembangunan Masjid Dhiraar yang dilakukan oleh orang-orang munafik dan mempunyai makna yang buruk yang terus tertanam sepanjang sejarah, dan Allah SWT berfirman (لَا يَزَالُ بُنۡيَٰنُهُمُ) maksudnya bangunan mereka dan penghancurannya senantiasa menjadi pangkal keraguan mereka terhadap agama Islam dan terus menambah kemunafikan mereka; hal itu karena memang pembangunannya justu mengukuhkan kemunafikan dan kekafiran mereka serta mewariskan kepada mereka kemunafikan di dalam hati, sebagaimana Allah SWT telah menjadikan kecintaan para penyembah ‘ijl (patung anak sapi) mendarah daging dalam diri mereka, menjadi karakteristik mereka yang tidak hilang dari hati mereka. Hal seperti ini terus menjadi sikap mereka dalam segala hal kecuali jika hati mereka hancur dicincang menjadi bagian-bagian kecil, dimana mereka sudah tidak boleh lagi menerima pengetahuan atau dengan jalan kematian mereka, Ini merupakan puncak mubalaghah (hal yang sangat berlebihan) tentang kekafiran dan kemunafikan mereka, sementara ada istitsnaa' (pengecualian) dari zaman yang lebih umum.

Yang dimaksud adalah bangunan ini menjadi kegembiraan mereka dan sumber ilham keraguan mereka terhadap agama Islam, serta menjadi penampakkan akan mendarah dagingnya kekafiran dan kemunafikan dalam diri mereka. Ketika Rasulullah saw. memerintahkan untuk menghancurkannya, mereka merasa berat hati dan menambah kedengkian dan kemarahan mereka kepada beliau, juga menambah keraguan mereka atas kenabian beliau. Semakin besarnya rasa takut mereka, mereka meragukan perkara mereka, apakah mereka akan dibiarkan atau mereka akan dibunuh? Pada hakikatnya bangunan-bangunan itu sendiri memang sebuah keraguan karena menjadi sebab dan sumber keraguan, sebab dan sumber keraguannya telihat jelas dengan dihancurkan dan dibinasakannya.

Sesungguhnya Allah SWT Maha Mengetahui amal perbuatan makhluk ciptaan-Nya, Mahaadil dan Bijaksana dalam memberikan balasannya baik berupa kebaikan atau kejahatan, dan dari hikmah Allah SWT adalah menjelaskan keadaan orang-orang munafik serta memperlihatkan apa yang terselubung dari perkara mereka untuk mengetahui hakikat kebenarannya.

Fiqih Kehidupan atau Hukum-Hukum.

Ayat-ayat ini menunjukkan pada hal berikut ini:

1. Di antara orang-orang munafik ada satu golongan yang membangun Masjid Dhiraar di sebelah Masjid Quba dengan empat tujuan, iaitu upaya untuk menimbulkan kemudharatan, kafir kepada Nabi saw dan kepada apa yang diturunkan kepada beliau, memecah belah kaum Mukminin, menjadikan masjid itu sebagai benteng bagi orang-orang yang memerangi Allah dan rasul-Nya.

Maksud dari adh-dhiraar (kemudharatan) masjid itu adalah orang yang membangunnya dan bukan bangunan masjidnya.

2. Keimanan mereka untuk berniat baik dan tujuan yang benar adalah bohong belaka. Ulama mazhab Maliki berpendapat bahwa setiap masjid yang dibangun dengan tujuan kemudharaan atau riya atau mencari populeritas, hukumnya sama dengan Masjid Dhiraar dan tidak boleh shalat di dalamnya. Tidak dibolehkan membangun sebuah masjid di sebelah masjid yang lain dan wajib dihancurkan dan dilarang pembangunannya agar tidak mengalihkan perhatian warga masjid yang pertama. Dengan demikian masjid itu menjadi kosong. Terkecuali jika kampung itu besar dan penduduknya banyak, sementara dengan satu masjid tidak boleh menampung mereka semua, diperbolehkan membangunnya. Tidak harus dalam satu kampung membangun dua atau tiga masjid jami', dan wajib hukumnya melarang pembangunan masjid yang kedua, dan siapa yang shalat Jum'aat di masjid itu hukumnya tidak boleh (Tafsir al-Qurthubi (8/254)).

3. Para ulama berpendapat bahwa jika ada yang pernah mengimami orang zalim tidak boleh shalat bermakmum di belakangnya, kecuali jika orang itu telah memperlihatkan permintaan maafnya atau bertaubat. Sesungguhnya Umar bin Khaththab pada masa kekhalifahannya tidak mengizinkan Mujammi' bin Jariyah menjadi imam shalat di Masjid Quba karena dia pernah menjadi imam di Masjid Dhiraar. Kemudian Umar mengizinkannya setelah terlihat bahwa pada saat itu dia memang tidak tahu apa yang dirahasiakan orang-orang munafik.

4. Sebuah masjid yang digunakan untuk shalat dan ibadah dihancurkan jika memang hal tersebut mengandung kemudharatan bagi orang lain. Setiap apa saja mengandung kemudharatan harus dibinasakan dan dihancurkan, seperti orang yang membangun oven pembakaran atau penggilingan atau lubang sumur atau lainnya yang boleh menimbulkan kemudharatan bagi orang lain. Yang menjadi patokan adalah barangsiapa yang mendatangkan kemudharatan kepada saudaranya atau tetangganya harus dicegah. Hal ini yang dinamakan dalam istilah modern oleh para praktisi hukum sebagai teoridispotic dalam penggunaan hak. Ternyata para ulama mazhab Malikiyah dan lainnya telah lebih dahulu menentukan teori ini.

5. Kufur 'amali; Ibnu Arabi berkata, "Ketika keyakinan mereka menyatakan tidak ada kesucian pada Masjid Quba dan juga pada Masjid Nabi saw mereka telah kafir dengan keyakinan seperti ini."

6. Firman Allah SWT (وَتَفۡرِيقَۢا بَيۡنَ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ) menunjukkan bahwa tujuan utama dari adanya jamaah adalah menyatukan hati dan persatuan mereka untuk taat kepada Allah SWT sehingga mereka saling mengasihi dan menyayangi dengan berbaur dan membersihkan hati dari kedengkian.

Imam Malik mengambil hukum dari ayat ini bahwa tidak boleh dua jamaah dengan dua imam shalat bersamaan (berbarengan) dalam satu masjid, berbeda dengan pendapat para ulama lainnya.

7. Firman Allah (وَلَيَحۡلِفُنَّ إِنۡ أَرَدۡنَآ إِلَّا ٱلۡحُسۡنَىٰۖ) maksudnya iaitu apa yang kami inginkan dari pembangunannya tak lain hanyalah demi kebaikan, namun pekerjaan itu berbeda dengan maksud dan tujuan hakikinya.

8. Diharamkan untuk shalat di Masjid Dhiraar dengan firman Allah SWT (لَا تَقُمۡ فِيهِ أَبَدٗاۚ) Janganlah kamu shalat dalam masjid itu selama-lamanya maksudnya iaitu Masjid Dhiraar.

9. Masjid yang didirikan atas takwa lebih utama untuk shalat di dalamnya dan takwa adalah perbuatan yang boleh menyelamatkan dari siksa Allah SWT.

10. Anjuran Islam dalam hal kebersihan ruhani (bersih dari perasaan dengki, bersih jiwa dan keimanan yang benar) dan kebersihan jasmani (dengan berwudhu dan mandi serta membersihkan najis dari pakaian, badan dan tempat) karena sesungguhnya Allah SWT dalam ayat ini memuji orang yang cinta pada kesucian dan selalu mengutamakan kebersihan.

Dalam hal membersihkan najis, para ulama mempunyai tiga pendapat. Pertama, hal itu merupakan wajib dan fardhu. Sesungguhnya shalat tidak sah bagi orang yang melaksanakannya dengan memakai pakaian yang bernajis, baik dia sadari atau lupa. Hal itu adalah pendapat Imam Syafii dan Ahmad dan diriwayatkan juga dari Imam Malik. Kedua, jika najis itu sebesar uang koin dirham, shalatnya harus diulang. Ukuran uang koin dirham adalah kiasan dari besarnya dubur manusia. Ini adalah pendapat Imam Abu Hanifah dan Abu Yusuf. Ketiga, menghilangkan najis dari pakaian dan badan hukumnya sunnah dan bukan fardhu. Ini adalah pendapat lain bagi Imam Malik dan para sahabatnya.

Al-Qurthubi berkata bahwa pendapat pertama adalah yang paling benar in syaa Allah kerana sesungguhnya Nabi saw. seperti yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim – pernah melintasi dua kuburan seraya beliau bersabda,

"Sesungguhnya keduanya pasti sedang diazab, dan keduanya bukan diazab karena perbuatan dosa besar, adapun yang satu orangnya sering mengumpat-umpat dan yang lainnya tidak membersihkan kencingnya." (HR Bukhari dan Muslim).

Tentunya seseorang tidak diazab jika bukan karena meninggalkan yang wajib. Diriwayatkan oleh Abu Bakar bin Abi Syaibah, Imam Ahmad, Ibnu Majah, dan Hakim dari Abu Hurairah dari Nabi saw. bersabda,

"Kebanyakan azab kubur itu disebabkan oleh kencing." (HR Abu Syaibah, Ahmad, Ibnu Majah dan Hakim).

Ulama yang lain berdalil bahwa Nabi saw melepas sandal beliau di waktu shalat setelah Jibril a.s. memberitahukan bahwa pada sepasang sandal beliau ada najis dan kotoran. Hadits diriwayatkan oleh Abu Dawud dan lainnya dari Abu Sa'id al-Khudri. Dan ternyata beliau meneruskan shalatnya hal itu menunjukkan bahwa menghilangkan najis adalah sunnah dan shalat beliau sah, dan akan mengulanginya selama masih dalam waktunya untuk mencari kesempurnaan.

11. Ayat (أَفَمَنۡ أَسَّسَ) menunjukkan bahwa setiap sesuatu itu dimulai dengan niat takwa kepada Allah SWT dan tujuan Ii wajhillaahil kariim (untuk Allah Yang Maha Pemurah) itulah yang akan kekal dan membuat pelakunya bahagia, perbuatan itu akan sampai kepada Allah dan akan diterima oleh-Nya,

"tetapi amal kebajikan yang terus menerus adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan." (al-Kahf: 46).

12. Masjid Dhiraar menjadi sebab dan bukti bagi keraguan orang-orang munafik. Ketika mereka membangunnya, kegembiraan mereka semakin besar dan ketika Rasulullah saw. memerintahkan untuk menghancurkannya, hati mereka semakin berat. Kemarahan mereka kepada beliau dan keraguan mereka kepada kenabian beliau semakin bertambah. Keraguan itu terus melekat dalam hati mereka sampai meninggal.

Kesimpulan: beberapa kesimpulan yang dapat kita ambil daripada tajuk ini ialah:

1. Sekelompok orang-orang munafik yang telah disebutkan sebelum ini, telah mendirikan Masjid Dhiraar di samping Masjid Quba. Jumlah mereka seramai dua belas orang dari kaum munafik Aus dan Khazraj, pendirian masjid tersebut memiliki empat alasan.

2. Alasan pertama, membuat kemudharatan bagi warga Masjid Quba yang telah didirikan oleh Nabi saw Ketika kedatangan baginda ke Madinah.

3. Kedua, sengaja memperlihatkan sikap kekafiran kepada Nabi saw. dan kepada apa yang beliau bawa, membuat fitnah terhadap beliau dan Islam, dan menjadikan masjid yang mereka bangun itu sebagai markaz untuk melakukan tipu daya dan konspirasi busuk terhadap kaum Muslimin, sehingga masjid itu menjadi kilang fitnah mereka.

4. Ketiga, memecah-belah antara orang-orang Mukmin yang selalu shalat di belakang Rasulullah saw. di satu masjid, dan sebagian yang lain shalat di Masjid Dhiraar.

5. Keempat, sebagai tempat untuk memantau atau menunggu kedatangan orang yang sedang dimusuhi Allah dan Rasul-Nya juga sebagai pejabat (kantor) serta tempat bagi kelompok orang-orang siap perang bersamanya, mereka adalah orang-orang munafik yang mendirikan Masjid Dhiraar.

6. Kaum munafik memperdaya orang-orang yang beriman dengan mengatakan bahwa mereka mendirikan masjid Dhiraar hanya untuk kebaikan, dan memohon belas kasihan umat Islam dan mereka-reka alasan palsu bagi melindungi niat sebenar mereka.

7. Allah mewahyukan kepada Nabi saw. melarang umat Islam bersolat di dalam Masjid Dhiraar, dan Rasulullah saw. mengarahkan untuk menghancurkan masjid Dhiraar.

8. Dilarang solat di dalam masjid Dhiraar atau masjid yang seumpama dengannya buat selama-lamanya.

9. Tidak dibolehkan membangun sebuah masjid di sebelah masjid yang lain dan wajib dihancurkan dan dilarang pembangunannya agar tidak mengalihkan perhatian warga masjid yang pertama. 10. Para ulama berpendapat bahwa jika ada yang pernah mengimami orang zalim tidak boleh shalat bermakmum di belakangnya (penzalim), kecuali jika orang itu telah memperlihatkan permintaan maafnya atau bertaubat.

11. Tujuan utama dari adanya jamaah adalah menyatukan hati dan persatuan mereka untuk taat kepada Allah SWT sehingga mereka saling mengasihi dan menyayangi dengan bergaul (berbaur) dan membersihkan hati dari kedengkian.

12. Imam Malik mengambil hukum dari ayat ini bahwa tidak boleh dua jamaah dengan dua imam shalat pada masa yang sama dalam satu masjid.

13. Masjid yang didirikan atas takwa lebih utama untuk shalat di dalamnya dan takwa adalah perbuatan yang boleh menyelamatkan dari siksa Allah SWT.

14. Dengan hancurnya Masjid Dhiraar, orang-orang munafik semakin marah dan menolak dakwah Nabi Muhammad saw. dan sifat kemunafikan mereka makin menebal sehinggalah mereka meninggal dunia.

Dr. Ismail Abdullah, Teras Jernang, Bandar Baru Bangi, 29-09-2023.

Rujukan:

[1] Tafsir Al-Munir Jilid 6 - Juzuk 11 & 12 (Bahasa Indonesia), dari mukasurat 60 hingga 70.

No comments:

Post a Comment