Wednesday 8 February 2023

ALLAH BERI KESEMPATAN DAN KELAPANGAN SEBELUM MEMUSNAHKAN SESUATU KAUM

Tulisan ini berasaskan kepada dua ayat al-Qur’an iaitu ayat 94 dan 95 dari Surah Al-A’raaf:

Dan (Tuhan berfirman): Kami tidak mengutus dalam sesebuah negeri seorang Nabi (yang didustakan oleh penduduknya), melainkan Kami timpakan mereka dengan kesusahan (kesempitan hidup) dan penderitaan (penyakit), supaya mereka tunduk merendah diri (insaf dan tidak berlaku sombong takbur). (Al-A’raaf (7) : 94).

Setelah (mereka tidak juga insaf) Kami gantikan kesusahan itu dengan kesenangan hingga mereka kembang biak (serta senang-lenang) dan berkata (dengan angkuhnya): "Sesungguhnya nenek moyang kita juga pernah merasai kesusahan dan kesenangan (sebagaimana yang kita rasakan)". Lalu Kami timpakan mereka (dengan azab seksa) secara mengejut, dan mereka tidak menyedarinya. (Al-A’raaf (7) : 95).

Setelah Allah menjelaskan keadaan para nabi bersama kaum mereka dan adzab yang ditimpakan kepada mereka, dalam ayat ini, Allah menjelaskan kebinasaan dan kehancuran yang tidak terbatas hanya untuk masa para nabi pada waktu itu saja, tetapi Allah juga menimpakannya kepada yang lain.

Allah juga menjelaskan sunnah ilaahiyah (hukum-hukum Allah) berupa balasan yang ditimpakan kepada orang-orang yang mendustakan para nabi, iaitu dengan cara berangsur-angsur. Dimulai dengan menurunkan kesempitan terhadap mereka (kemiskinan yang hebat), penderitaan (sakit dan sebagainya), kemudian diberikan kelapangan dan kesenangan. Lalu terakhir, diturunkanlah adzab secara tiba-tiba tanpa mereka sadari kemunculannya. Ini menjadi peringatan keras terhadap kaum Quraisy dan orang-orang yang seperti mereka untuk membuat mereka takut dan mendorong mereka untuk beriman kepada kerasulan Muhammad saw..

Allah menyatakan sunnah-Nya yang selalu berlaku ketika menyiksa umat dan bangsa-bangsa yang sesat, baik di zaman para nabi maupun setelah mereka. Sunnah tersebut adalah adanya peringatan dan pemberian tempo terlebih dahulu. Kemudian, adanya keadaan-keadaan yang seolah memberi pesan untuk segera dilakukan perubahan terhadap keadaan yang ada dan pindah dari kekafiran dan kesesatan menuju iman dan hidayah.

Makna yang terkandung di dalam sunnah ini adalah "Ketika Kami mengutus seorang nabi pada suatu kaum lalu mereka mendustakan nabi tersebut. Kami tidak akan segera mengadzab mereka. Akan tetapi, secara berangsur-angsur Kami akan membiarkan mereka lalu Kami beri mereka peringatan untuk segera mengubah keadaan mereka. Kami akan mulai adzab itu dengan menurunkan sedikit kesulitan dan kesengsaraan dengan membuat keadaan perekomomian mereka memburuk dan menjadikan mereka fakir miskin. Kemudian, dengan menurunkan penyakit dan berbagai bencana terhadap mereka, atau sebaliknya: penyakit dulu baru kemudian kefakiran. Semua itu bertujuan agar mereka tunduk dan berdoa kepada Allah. Menundukkan hati dan memohon kepada-Nya untuk mengangkat semua adzab yang mereka rasakan.

Kemudian Kami ubah keadaan mereka dari kesulitan menjadi kesenangan, dari kemiskinan menjadi kaya, dan dari sakit menjadi sehat agar mereka mensyukuri semua itu. Namun sayangnya, mereka tidak mensyukurinya. Yang dimaksud dengan (السَّيِّئَة) adalah segala sesuatu yang tidak disukai oleh orang yang merasakannya. Sementara itu, yang dimaksud dengan (الْحَسَنَةَ) adalah segala sesuatu yang disukai oleh nurani dan fikiran yang sehat.

Semakin banyak harta mereka dan semakin bertambah anak-anak mereka. Dalam sebuah kalimat, misalnya, "Sesuatu itu semakin banyak." Ini terjadi karena sebuah kesenangan biasanya menjadi sebab banyaknya keturunan.

Mereka berkata, (وَّقَالُواْ قَدۡ مَسَّ ءَابَآءَنَا ٱلضَّرَّآءُ وَٱلسَّرَّآءُ) Maksudnya, Kami telah menguji mereka dengan kesusahan dan kesenangan agar mereka tunduk dan kembali kepada Allah. Namun, semua itu tidak berguna. Bahkan, tanpa belajar dari apa yang telah terjadi, mereka berkata, "Kami telah merasakan kesusahan dan penderitaan. Lalu, kami juga merasakan kesenangan sebagaimana yang dialami oleh nenek moyang kami dulu." Mereka tidak memahami sunnah Allah dalam kebahagiaan dan kesengsaraan yang diberikan kepada manusia. Sikap ini berbeza sekali dengan sikap orang-orang beriman yang bersyukur kepada Allah dalam kesenangan dan bersabar dalam kesusahan, sebagaimana disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim,

"Sungguh menakjubkan seorang Mukmin itu; tak satupun ketentuan yang ditetapkan oleh Allah untuknya, kecuali baik baginya. Jika ia mendapat kesusahan ia akan bersabar dan itu baik baginya. Jika ia mendapat kesenangan ia akan bersyukur dan itu juga baik baginya." (HR Bukhari dan Muslim).

Jadi, seorang Mukmin selalu sadar terhadap semua yang diturunkan Allah kepadanya, baik berupa kesusahan maupun kesenangan. Hal ini terdapat dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Muslim, at-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad:

"Seorang Mukmin akan selalu mendapat cobaan, hingga ia suci dari dosa-dosanya. Sementara, seorang munafik ibarat keledai; ia tidak tahu, kenapa diikat oleh tuannya dan tidak tahu pula kenapa dilepaskan." (HR Muslim, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Imam Ahmad).

Mengubah keadaan dari buruk menjadi baik sangat penting untuk bisa bebas dari berbagai bencana. Firman Allah SWT,

"Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri." (ar-Ra'd:11).

Sementara itu, nasib orang-orang yang tidak mau mengambil pelajaran dari berbagai peristiwa yang terjadi sepanjang zaman disebutkan oleh Allah, (فَأَخَذۡنَٰهُم بَغۡتَةٗ) Maksudnya, akhir dari hidup mereka adalah Kami siksa mereka dengan berbagai adzab secara tiba-tiba, tanpa mereka sadari sama sekali bahwa adzab itu akan menimpa mereka agar mereka semakin menyesali diri dan berputus asa. Firman Allah,

"Maka ketika mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu (kesenangan) untuk mereka. Sehingga ketika mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka secara tiba-tiba, maka ketika itu mereka terdiam putus asa." (al-An'aam: 44).

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad dan al-Baihaqi dari Aisyah,

"Kematian mendadak adalah rahmat bagi seorang Mukmin, tapi siksaan bagi seorang kafir." (HR Imam Ahmad dan Baihaqi).

Jadi, seharusnya seorang manusia, baik Mukmin maupun kafir, mengambil pelajaran dari apa yang terjadi pada orang lain. Seorang yang beriman kepada Allah tidak akan tertipu oleh masa. Berbagai penderitaan dan musibah akan menjadi penyuci, pembersih, dan pendidik bagi jiwanya. Sementara seorang kafir apabila ditimpa kesulitan ia berputus asa dan apabila mendapat kebaikan ia akan sombong, takabur serta berbuat zalim di muka bumi. Dengan demikian, akibat yang akan didapatkannya adalah kebinasaan.

Kesimpulan.

1. Jadi, seharusnya seorang manusia, baik Mukmin maupun kafir, mengambil pelajaran dari apa yang terjadi pada orang lain. Seorang yang beriman kepada Allah tidak akan tertipu oleh masa. Berbagai penderitaan dan musibah akan menjadi penyuci, pembersih, dan pendidik bagi jiwanya. Sementara seorang kafir apabila ditimpa kesulitan ia berputus asa dan apabila mendapat kebaikan ia akan sombong, takabur serta berbuat zalim di muka bumi. Dengan demikian, akibat yang akan didapatkannya adalah kebinasaan.

2. Orang yang berakal menggunakan pikirannya dan selalu mengamati peristiwa-peristiwa masa lalu dan perubahan zaman di masa yang akan datang. Dialah yang akan mendapatkan banyak pelajaran dari kehidupan ini.

Semoga kita cepat-cepat sedar Ketika kita berada dalam kealpaan terhadap Allah dan berusaha sekuat mungkin untuk Kembali kepada jalan Allah. Aamiin!!!

#cetusanminda

DrIsbah, Teras Jernang, 8-2-2023.

Rujukan: [1] Tafsir Al-Munir Jilid 5 - Juzuk 9 & 10 (Bahasa Indonesia), dari mukasurat 37 hingga 41.