Thursday 19 October 2023

SEMBILAN FATWA MENGENAI ISU PALESTIN

Berikut diturunkan Sembilan fatwa para ulama semasa tentang Palestin khususnya pada zaman-zaman sekarang ini, yang umat sangat memerlukan bashirah atau penjelasan dan hikmah. Diantara kumpulan fatwa-fatwa tersebut adalah:

Pertama, fatwa para ulama Al-Azhar, Kairo, Mesir pada tahun 1947 tentang wajibnya berjihad membebaskan Palestin dan melindungi Masjid Al-Aqsa. Para Ulama tersebut telah mengarahkan seruan mereka kepada putra-putri Islam akan wajibnya jihad membebaskan Palestin dari tangan-tangan Yahudi dan menjaga Masjid Al-Aqsa. Ini terjadi setelah keluarnya resolusi PBB tentang pembagian Palestin yang disetujui oleh Majelis umum PBB pada 29 November 1947 yang isinya ialah memutuskan berdirinya dua negara di bumi Palestin iaitu Negara Yahudi (Israel) dan negara Palestin. Resolusi tersebut kini menjadi dasar bagi legalitas Internasional atas berdirinya negara Yahudi di Palestin. Fatwa tersebut ditandatangani oleh 26 ulama Al-Azhar, Mesir yang diantara mereka adalah Syaikh Muhammad Hasanein Makluuf رَحِمَهُ اللهُ, Syaikh Abdul Majid Salim رَحِمَهُ اللهُ, Syaikh Mahmut Syalthut رَحِمَهُ اللهُ, Syaikh Muhammad Darras رَحِمَهُ اللهُ dan selain mereka dari orang-orang yang memiliki ilmu, keutamaan dan agama.

Didalam fatwa tersebut perkataan para ulama, sesungguhnya keputusan PBB adalah suatu keputusan dari suatu lembaga yang tidak ikut memiliki Palestin sedikitpun. Oleh kerana itu ia adalah suatu keputusan yang batil dan zalim serta tidak sedikitpun mengandung kebenaran dan keadilan. Palestin adalah milik bangsa Arab dan Kaum Muslimin, mereka telah mengorbankan jiwa mereka yang mahal dan darah mereka yang suci untuk membebaskan Palestin. Maka Insya Allah Palestin akan tetap menjadi milik bangsa Arab dan kaum Muslimin meskipun para penjahat telah berkolaborasi. Tidak ada seorangpun, siapapun dia, yang boleh menggeser kaum Muslimin di Palestin atau membagi Palestin.

Kedua, pada tanggal 20 Syawwal 1353H telah terlaksana pertemuan besar para ulama, da’i dan mufti/penasehat agama di Palestin, mereka secara sepakat mengeluarkan fatwa terkait dengan menjual tanah di Palestin kepada Yahudi. Ditegaskan bahwa menjual tanah kepada Yahudi secara langsung ikut mewujudkan tujuan-tujuan kaum Zionis dalam meYahudikan negeri Islam yang suci ini serta mengusir penduduknya dan menghapus jejak-jejak Islam di bumi Palestin. Perbuatan itu sama dengan menghancurkan masjid-masjid dan tempat-tempat suci Islam lainnya sebagaimana hal itu telah terjadi di desa-desa yang telah dijual kepada kaum Yahudi sehingga penduduk-penduduknya diusir dari wilayahnya. Para Ulama dan Mufti tersebut bersepakat bahwa orang yang menjual dan perantara dalam jual beli tanah di Palestin kepada Yahudi telah berkerja dan membantu musuh-musuh Allah untuk mengeluarkan kaum muslimin dari kampung halaman mereka dan telah menghalangi masjid-masjid Allah untuk disebut didalamnya nama Allah serta berusaha menghancurkannya. Juga ia telah mengangkat kaum Yahudi sebagai kawan dekat kerana membantu mereka menghadapi kaum muslimin dan berarti telah menyakiti Allah dan RasulNya serta kaum muslimin, ia termasuk berkhianat kepada Allah, RasulNya, dan amanah.

Ketiga, Penjelasan yang dikeluarkan oleh Majelis fatwa di Amman, Jordan. Penjelasan tersebut keluar ketika muncul keputusan dari Dewan Kongres Amerika yang memutuskan Al-Quds sebagai ibukota bagi Yahudi. Fatwa tersebut telah ditandatangani oleh sebelas ulama Jordan. Mereka menolak keras dan mengingkari keputusan kongres yang sangat bertentangan hak-hak manusia tersebut. Disebuntukan didalamnya bahwa keputusan kongres amerika yang memutuskan Al-Quds sebagai bagian dari wilayah Yahudi merupakan suatu bentuk permusuhan yang jelas terhadap aqidah setiap Muslim di muka bumi. Dalam hal ini amerika serikat dianggap ikut serta dalam tindak kezaliman dan permusuhan yang dipraktekan oleh Israel. Tersebut pula dalam penjelasan itu Al-Quds yang mulia adalah bagian dari aqidah setiap Muslim yang akan senantiasa dijaga sebagaimana ia menjaga agamanya. Kemudian disebutkan pula sebab-sebab kenapa Al-Quds merupakan bagian dari aqidah kaum Muslimin, fatwa tersebut juga memuat keharusan berjihad melawan Yahudi dan memboikot mereka dalam perdagangan dan muamalat.

Keempat, fatwa yang dikeluarkan dalam rentang waktu dari Jumadil Awwal 1409H hingga Rabiul Akhir 1410H. fatwa ini ditandatangani oleh 63 Ulama, da’i dan pemikir Islam diantara mereka adalah Syaikh Muhammad Al-Ghazali رَحِمَهُ اللهُ, Syaikh Dr. Yusuf Qardhawi Yahfadzhuhullah, Syaikh Dr. Hammam Sa’id رَحِمَهُ اللهُ, Syaikh Al-Mujahid Dr. Abdullah Azzam رَحِمَهُ اللهُ, Syaikh Prof. Dr. Wahbah Azzuhaili حفظه الله, Syaikh Dr. Abdurrahman Abdul Khaliq حفظه الله, Syaikh Shadiq Abdul Majid حفظه الله, Syaikh Hafidz Salamah رَحِمَهُ اللهُ, Syaikh Dr. Isham Bashir حفظه الله, Syaikh Musthafa Masyur رَحِمَهُ اللهُ, dan sekelompok dari tokoh-tokoh Islam. Risalah tersebut berjudul ‘Fatwa Ulama Islam tentang haramnya merelakan sebagian dari wilayah Palestin untuk Musuh’. Dipermulaan fatwa tersebut mereka jelaskan bahwa kaum Yahudi adalah musuh paling keras bagi kaum mukminin, mereka juga berkata jihad adalah satu-satunya jalan untuk membebaskan Palestin. Bagaimanapun juga tidak boleh ada pengakuan terhadap Negara Yahudi meskipun dengan sejengkal dari bumi Palestin. Tidak ada seorangpun mengizinkan kaum Yahudi bermukim dibumi Palestin. Sesungguhnya pengakuan semacam ini adalah penghianatan terhadap Allah dan RasulNya serta amanah yang diembankan kepada kaum Muslimin untuk menjaganya.

Kelima, fatwa Samahatush Syaikhuna Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz رَحِمَهُ اللهُ, dimana beliau berfatwa tentang wajibnya jihad melawan kaum Yahudi yang merampas bumi Palestin. Beliau berkata, ”Yang wajib atas kaum muslimin adalah mempertahankan agama, jiwa, keluarga, dan anak-anak mereka serta mengusir musuh mereka iaitu kaum Yahudi maupun sekutunya dari bumi mereka dengan segenap kekuatan mereka yang mereka miliki, ”Beliau juga berkata, ” Yang juga wajib atas Negara-negara Islam dan kaum Muslimin lainnya adalah mendukung mereka berjihad dan membela mereka untuk dapat membebaskan diri dari musuh-musuh mereka serta agar mereka mampu kembali ketanah air mereka”. Kemudian juga dijelaskan tentang orang-orang yang menjual atau yang menjadi perantara dalam penjualan tanah-tanah Palestin kepada kaum Yahudi. Beliau berkata, ” Mereka itu tidak layak disholati apabila meninggal, tidak juga dikuburkan dipemakaman kaum muslimin. Wajib dikucilkan dan diboikot serta direndahkan urusan mereka, tidak boleh berkasih sayang atau menjalin kedekatan dengan mereka meskipun mereka itu adalah orang tua atau anak atau saudara atau isteri. Dan sesungguhnya berdiam diri atas perbuatan-perbuatan mereka dan ridho terhadap perbuatan mereka tersebut adalah sesuatu yang sangat jelas disayangkan.

Keenam, Sekumpulan ulama Islam telah mengingatkan akan bahaya kerjasama dengan kaum zionis dan menjadi mata-mata untuk mereka dalam menghadapi kaum muslimin. Para ulama tersebut menjelaskan bahwa intel yang memberikan petunjuk kepada musuh dalam menghadapi kaum mujahidin sehingga membuat kerusakan di muka bumi jika orang tersebut telah diketahui dan pekerjaannya dapat dipastikan yakni tidak diragukan lagi maka ia harus dibunuh. Orang yang membunuhnya mendapatkan pahala. Adapun jika perbuatan orang itu belum boleh dipastikan maka urusannya diserahkan kepada penguasa kaum Muslimin dan Ahlul halli wal Aqdi. Jika mereka berpendapat orang itu harus dijatuhkan sangsi maka boleh dihukum, yang jelas penguasa kaum Muslimin memilih apa yang paling mashlahat bagi kaum muslimin dalam hal ini. Ini semua terkait dengan musuh-musuh umat seperti kaum Yahudi dalam menghadapi kaum Muslimin yang berjihad, lalu bagaimana halnya dengan mereka yang bekerja sama dengan kaum Yahudi lewat jalur diplomasi sehingga mengorbankan prinsip-prinsip umat yang tetap dan bumi mereka yang disucikan serta hak-hak umat yang sah di Palestin?

Ketujuh, Penjelasan dan Fatwa yang dikeluarkan oleh Fadhilatush Syaikh Dr. Abdul Rahman Abdul Khaliq حفظه الله (Ulama Madinah, Penulis Kitab Ibnu Taimiyah wa ‘amalul jama’i) tentang perjanjian damai dengan kaum Yahudi dan bagaimana sikap muslim terhadapnya. Beliau berbicara dalam fatwanya itu tentang permusuhan kaum Yahudi terhadap umat Islamdan tipu daya serta maker mereka. Beliau juga menyebuntukan tentang bahaya perjanjian damai tersebut yang mana telah disepakati oleh sebagian penguasa negeri-negeri Islam dengan kaum Yahudi pada masa yang silam. Ringkasan Fatwa tersebut adalah bahwa perjanjian damai yang langgeng dengan kaum Yahudi berjalan diatas syarat-syarat yang batil diantaranya adalah:

• Perjanjian itu akan menghentikan perang selama-lamanya antara umat Islam dan Yahudi dan ini merupakan syarat yang batil.

• Menghilangkan sebab-sebab permusuhan dan kebencian antara kaum muslimin dan Yahudi serta menghapuskan nash-nash syariat yang mengharuskan adanya permusuhan tersebut. Dan ini juga syarat yang batil kerana menyelisihi pokok-pokok iman.

• Perjanjian tersebut membiarkan kaum Yahudi yang telah merampas wilayah Islam secara zalim dan ini merupakan suatu perkara yang tidak boleh.

• Perjanjian itu ditetapkan tanpa musyawarah umat Islam. Setiap perjanjian yang menyangkut nasib umat Islam jika ditetapkan tanpa kerelaan mereka maka itu adalah perjanjian yang batil. Syaikh juga menegaskan tentang bahaya-bahaya yang ditimbulkan oleh perjanjian tersebut yang tidak hanya merusak agama kaum muslimin tetapi juga merusak dunia mereka. Syaikh Abdulrahman Abdul Khaliq Hafidzhahullah juga menyebutkan tentang kerugian-kerugian yang menimpa kaum muslimin akibat adanya perjanjian tersebut. Pada akhir fatwa tersebut beliau menyebutkan tentang kewajiban kaum muslimin terhadap perjanjian damai tersebut, iaitu meyakini ketidak absahannya dan bahwa perjanjian itu tidak mengikat mereka, bahkan harus diambil langkah-langkah untuk membatalkannya. Umat Islam juga wajib bersatu untuk menumpas kesombongan Yahudi di muka bumi.

Kedelapan, Darul Ifta al-Mishriyah atau lembaga komisi fatwa Mesir telah pula mengeluarkan fatwa sejak waktu yang lama tentang bolehnya mengeluarkan zakat untuk rakyat Palestin yang berjihad, kerana mereka termasuk golongan fi sabilillah (dijalan Allah). Teks Fatwa tersebut berbunyi: ” Saudara-saudara kita di Palestin ialah golongan yang paling memperlukan semacam bantuan ini untuk menguatkan mereka dalam bertahan menghadapi sang agressor yang kejam dan zalim yang dilengkapi dengan persenjataan dan perbekalan serta alat-alat perang modern. Maka tidak lagi diragukan bahwa saudara-saudara kita di Palestin termasuk dalam maksud firman Allah Tabarokta wa Ta’ala wa fi sabilillah dan untuk mereka yang sering di ungkapkan dengan para pasukan perang “.

Kesembilan, telah keluar penjelasan dari Rabithah ulama Palestin tentang masalah para pengungsi Palestin. Mereka menjelaskan didalamnya bahwa kembalinya para pengungsi dan orang-orang yang diusir dari Palestin adalah hak yang ditetapkan oleh syariat dan sejarah. Tidak boleh ada sikap mundur atau melepaskan hak tersebut dalam konteks kesepakatan atau perjanjian apapun. Rabithah ulama tersebut menutup penjelasannya dengan menegaskan bahwa pembebasan Palestin dan Al-Quds serta mengembalikan jutaan pengungsi yang telah diusir darinya tidak mungkin akan terwujud dengan jalan perundingan-perundingan damai yang hina, akan tetapi harus lewat jalan jihad dan perlawanan. Jihad akan terus berjalan sampai hari kiamat, tidak akan digugurkan oleh kezaliman orang yang zalim.

Demikianlah beberapa fatwa-fatwa penting tentang masalah Palestin. Di samping itu masih ada ratusan lagi bahkan lebih fatwa-fatwa yang dikeluarkan oleh para ulama Rabbani yang memiliki keutamaan dan kedudukan yang tinggi. Kerana tulisan risalah ini hanya bersifat liputan maka tidak mungkin untuk menampung atau memuat lebih dari ini. Yang jelas telah disebuntukan sebagian fatwa yang itu cukup mengisyaratkan tentang pentingnya masalah ini. WAllahu Waliyyut-Tauhid, BarakAllahu’ fiikum.

Rujukan: Dr. Abu Fayadh Muhammad Faisal Al-Jawy al-Bantani melalui tulisan beliau dalam “Bantahan Terhadap Riyadh Bajrey pendukung Fatwa Al Albani Rahimahulloh Yang Menyuruh Hijrah dari Palestin.”

DrIsbah, Teras Jernang, 20-10-2023.