Friday 1 September 2023

KEJUJURAN DAN KEBENARAN NILAI HIDUP TERBAIK

Setelah Allah SWT, secara panjang lebar menjelaskan kondisi Perang Tabuk, dan kondisi orang-orang yang enggan pergi perang, dalam ayat ini Allah kembali menjelaskan apa yang tersisa dari hukum-hukumnya, dan ini merupakan uslub (susunan kalimat) Al-Qur'an dalam memisahkan ayat-ayatnya pada satu topik, hal itu demi untuk lebih membekas dalam jiwa dan untuk memperbaharui ingatan dan untuk mencegah rasa bosan dalam membacanya.

Tiga ayat berikut iaitu ayat 117, 118 dan 119 dari Surah at-Taubah (9), mengisahkan mengenai kejujuran dan kebenaran sebagai nilai hidup, khususnya mengenai keengganan orang-orang munafik di zaman Rasulullah saw. untuk ikut peperangan Tabuk.

لَّقَد تَّابَ ٱللَّهُ عَلَى ٱلنَّبِيِّ وَٱلۡمُهَٰجِرِينَ وَٱلۡأَنصَارِ ٱلَّذِينَ ٱتَّبَعُوهُ فِي سَاعَةِ ٱلۡعُسۡرَةِ مِنۢ بَعۡدِ مَا كَادَ يَزِيغُ قُلُوبُ فَرِيقٖ مِّنۡهُمۡ ثُمَّ تَابَ عَلَيۡهِمۡۚ إِنَّهُۥ بِهِمۡ رَءُوفٞ رَّحِيمٞ

Sesungguhnya Allah telah menerima taubat Nabi dan orang-orang Muhajirin dan Ansar yang mengikutnya (berjuang) dalam masa kesukaran, sesudah hampir-hampir terpesong hati segolongan dari mereka (daripada menurut Nabi untuk berjuang); kemudian Allah menerima taubat mereka; sesungguhnya Allah Amat belas, lagi Maha Mengasihani terhadap mereka. (at-Taubah (9) : 117).

وَعَلَى ٱلثَّلَٰثَةِ ٱلَّذِينَ خُلِّفُواْ حَتَّىٰٓ إِذَا ضَاقَتۡ عَلَيۡهِمُ ٱلۡأَرۡضُ بِمَا رَحُبَتۡ وَضَاقَتۡ عَلَيۡهِمۡ أَنفُسُهُمۡ وَظَنُّوٓاْ أَن لَّا مَلۡجَأَ مِنَ ٱللَّهِ إِلَّآ إِلَيۡهِ ثُمَّ تَابَ عَلَيۡهِمۡ لِيَتُوبُوٓاْۚ إِنَّ ٱللَّهَ هُوَ ٱلتَّوَّابُ ٱلرَّحِيمُ

Dan (Allah menerima pula taubat) tiga orang yang ditangguhkan (penerimaan taubat mereka) hingga apabila bumi yang luas ini (terasa) sempit kepada mereka (kerana mereka dipulaukan), dan hati mereka pula menjadi sempit (kerana menanggung dukacita), serta mereka yakin bahawa tidak ada tempat untuk mereka lari dari (kemurkaan) Allah melainkan (kembali bertaubat) kepadaNya; kemudian Allah (memberi taufiq serta) menerima taubat mereka supaya mereka kekal bertaubat. Sesungguhnya Allah Dia lah Penerima taubat lagi Maha Mengasihani. (at-Taubah (9) : 118).

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَكُونُواْ مَعَ ٱلصَّٰدِقِينَ

Wahai orang-orang yang beriman! Bertaqwalah kamu kepada Allah, dan hendaklah kamu berada bersama-sama orang-orang yang benar. (at-Taubah (9) : 119).

Ayat ini sangat relevan dengan ayat sebelumnya dalam hal larangan untuk istighfar dan memohon ampun bagi orang-orang musyrik, dan tentunya hal itu bagi Nabi saw lebih utama, sebagaimana pada sebagian para sahabat Nabi menjadi kesalahan Allah SWT menyebutkan di sini bahwa mereka telah dimuliakan dan Allah menerima taubat mereka dari kesalahan itu.

Sebab Turunnya Ayat.

Imam Bukhari dan lainnya meriwayatkan dari Ka'b bin Malik berkata, ”Aku tidak pernah enggan ikut Nabi dalam peperangan yang beliau lakukan kecuali Perang Badr; dan Perang Tabuk yang menjadi peperangan terakhir, dan beliau memberitahukan orang-orang untuk pergi, maka Allah menurunkan taubat kami dalam ayat (لَّقَد تَّابَ ٱللَّهُ عَلَى ٱلنَّبِيِّ وَٱلۡمُهَٰجِرِينَ) sampai firman Allah (إِنَّ ٱللَّهَ هُوَ ٱلتَّوَّابُ ٱلرَّحِيمُ) Dia berkata, Dan pada kami juga diturunkan ayat (ٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَكُونُواْ مَعَ ٱلصَّٰدِقِينَ).

Tafsir dan Penjelasan.

Allah SWTtelah memuliakan dan meridhai Nabi-Nya, dan menerima taubat para sahabat beliau yang beriman yang menemani dan ikut bersama beliau dalam Perang Tabuk di saat sulit dan susah yang dinamakan Ghazwatul 'Usrah - perang masa susah - dan pasukan tentaranya pun dinamakan pasukan susah yang dipersiapkan dan dibiayai Utsman bin Affan dan beberapa orang lainnya dari para sahabat Nabi. Mereka saat itu dalam kondisi serba kurang dan susah baik kendaraan, persediaan logistik, maupun air bersih. Bahkan sepuluh orang harus bergantian menaiki satu ekor unta dan dua orang harus saling berbagi satu buah kurma kering. Mereka harus menyembelih unta dan memeras kotoran yang ada diperutnya agar bisa membasahi lidah mereka, ditambah lagi kondisi cuaca yang sangat panas yang mengiringi keluarnya mereka pergi berperang. Jabir bin Abdullah berkata pada saat kesusahan dan kesulitan, "Susah unta, susah logistik dan susah air."

Taubat bagi Nabi; karena beliau telah mengeluarkan sesuatu yang bukan yang terbaik dan semestinya seperti mengizinkan orang-orang munafik untuk tidak ikut berperang berdasarkan dari hasil ijtihad beliau sendiri yang tidak disetujui Allah SWT karena yang lainnya lebih baik dari itu, Ibnu Abbas menafsirkan penerimaan taubat Nabi dan orang-orang Mukmin, dengan mengatakan bahwa penerimaan taubat Nabi karena beliau mengizinkan orang-orang munafik untuk tetap tinggal dan tidak ikut perang, dalilnya adalah firman Allah SWT,

“Allah memaafkanmu (Muhammad). Mengapa engkau memberi izin kepada mereka (untuk tidak pergi berperang)." (at-Taubah: 43).

Penerimaan taubat orang-orang Mukmin karena kecenderungan hati sebagian mereka untuk enggan dari beliau. Penerimaan taubat para sahabat dari golongan Muhajirin dan Anshar karena adanya perasaan berat hati pada sebagian mereka untuk turut berperang, atau karena mereka mendengar dari orang-orang munafik yang mempengaruhi mereka berupa fitnah.

Taubat di sini mempunyai dua pengertian. Adapun bagi Nabi saw artinya keridhaan dan belas kasihan dan bagi para sahabat Nabi artinya diterimanya taubat mereka dan mereka mendapat taufiq dari Allah SWT.

Taubat ini terjadi pada orang-orang Mukmin setelah hampir saja sebagian mereka berpaling dari kebenaran dan keimanan. Mereka adalah orang-orang yang tidak ikut berperang bukan karena alasan kemunafikan, melakukan kebaikan dan juga keburukan. Mereka mengakui dosa-dosa mereka, Allah pun menerima taubat mereka. Setelah sebagian mereka ada timbul di hati mereka keraguan dengan apa yang mereka terima berupa kesusahan dan kesengsaraan dalam perjalanan mereka ke medan perang.

Kemudian Allah SWT menegaskan penerimaan taubat mereka, Allah SWT berfirman (ثُمَّ تَابَ عَلَيۡهِمۡۚ) artinya Allah memberikan mereka jalan taubat kepada Tuhan mereka dan kembali ke jalan yang teguh pada agama-Nya. Sesungguhnya Tuhan mereka Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada mereka, Dia tidak akan meninggalkan mereka setelah mereka bersabar dalam berjihad di jalan Allah, bahkan Allah akan menghapus segala bahaya mereka dan memberikan manfaat kepada mereka. Inilah arti dari ra'fah iaitu usaha untuk menghapus bahaya dan rahmat artinya upaya untuk memberikan manfaat.

Faedah dari penegasan penyebutan taubat ini sekali lagi adalah sebuah penghormatan atas posisi mereka, dan untuk menghilangkan keraguan dari jiwa mereka, dan menghilangkan bisikan yang ada dalam hati mereka pada saat saat kesulitan.

Allah juga menerima taubat tiga orang yang ditangguhkan fpenerimaan taubat) kepada mereka atau karena mereka tidak mau ikut berperang bukan karena alasan kemunafikan, melainkan karena malas dan lebih memilih bersenang-senang dan duduk, tinggal di Madinah dan menjadi khalifah bagi orang-orang yang pergi perang. Perkara mereka pun ditangguhkan dari mereka yang munafik dan tidak diputuskan. Mereka menunggu sampai datang keputusan Allah pada perkara mereka. Mereka semua berasal dari golongan Anshar, iaitu Ka'b bin Malik si penyair, Hilal bin Umayya Al-Waqifi yang diturunkan berkenaan dengannya ayat li'an, dan Murarah bin ar-Rabi'al-Amiri.

Allah menyifati mereka bertiga itu dengan tiga sifat.

Sifat Pertama.

(حَتَّىٰٓ إِذَا ضَاقَتۡ عَلَيۡهِمُ ٱلۡأَرۡضُ بِمَا رَحُبَتۡ) Iaitu bahwa taubat mereka ditangguhkan sampai mereka merasa bahwa bumi menjadi sempit bagi mereka padahal bumi luas dengan banyaknya manusia di atasnya karena mereka takut akan akibat itu. Mereka juga mengeluhkan penolakan Nabi saw. terhadap mereka. Beliau melarang orang-orang Mukmin untuk berbicara dengan mereka dan memerintahkan istri-istri mereka untuk menjauhi mereka. Mereka berada dalam kondisi seperti itu selama lima puluh hari atau lebih.

Sifat Kedua

(وَضَاقَتۡ عَلَيۡهِمۡ أَنفُسُهُمۡ) dan jiwa mereka pun telah sempit (pula terasa) oleh mereka karena keresahan dan kesusahan hati serta menjauhnya orang-orang yang mereka cintai, juga karena semua orang memandang mereka dengan pandangan penghinaan.

Sifat Ketiga

(وَظَنُّوٓاْ أَن لَّا مَلۡجَأَ مِنَ ٱللَّهِ إِلَّآ إِلَيۡهِ) serta mereka telah mengetahui bahwa tidak ada tempat lari dari (siksa) Allah, melainkan kepada-Nya saja dan mereka yakin tidak ada tempat lari dari murka Allah kecuali dengan bertaubat dan beristighfar dan memohon rahmat-Nya.

(ثُمَّ تَابَ عَلَيۡهِمۡ) kemudian Allah menerima taubat mereka iaitu dengan diturunkan penerimaan taubat mereka.

(لِيَتُوبُوٓاْۚ) iaitu agar mereka kembali kepada-Nya setelah penolakan mereka atas hidayah-Nya dan mengikuti rasul-Nya Muhammad saw. dan sifat-sifat ini menjadi dalil atas taubat mereka dan kejujuran penyesalan mereka. Sesungguhnya Allah selalu menerima taubat orang-orang bertaubat, amat luas rahmat-Nya bagi orang-orang yang berbuat baik. Kisah diterimanya taubat mereka akan terlihat selanjutnya.

Kebanyakan ulama tafsir berkata, "Sesungguhnya mereka memang tidak pergi bersama Rasulullah saw. Ka'b berkata, "Rasulullah saw. senang ngobrol denganku." Ketika aku terlambat pergi bersama beliau, Nabi saw. bertanya, “Apa gerangan yang menghalangi Ka'b?" Ketika beliau datang ke Madinah, orang-orang munafik meminta maaf dan beliau memaafkan mereka, aku pun mendatangi beliau dan aku berkata, "Sesungguhnya kuda dan perbekalanku sudah siap, dan aku tertahan dengan dosaku, mohonkanlah ampunan untukku, dan Rasulullah saw. menolak itu."

Kemudian Rasulullah saw. melarang untuk berteman dengan mereka bertiga dan beliau memerintahkan untuk memisahkan mereka sampai memerintahkan hal itu kepada istri-istri mereka sehingga bumi ini yang luas ini terasa sempit bagi mereka. Datanglah istrinya Hilal bin Umayyah seraya berkata, "Wahai Rasulullah, Hilal menangis terus dan aku khawatir akan matanya, sampai setelah berjalan lima puluh hari.” Allah SWT menurunkan (لَّقَد تَّابَ ٱللَّهُ عَلَى ٱلنَّبِيِّ وَٱلۡمُهَٰجِرِينَ) dan menurunkan juga firman-Nya (وَعَلَى ٱلثَّلَٰثَةِ ٱلَّذِينَ خُلِّفُواْ) dan langsung saja setelah itu Rasulullah saw. pergi ke kamarnya dan saat itu dia sedang bersama Ummu Salamah seraya beliau berkata “Allahu Akbar, Allah telah menerima uzur para sahabat kita." Selesai shalat Shubuh Hilal menyebutkan hal itu kepada para sabahatnya dan memberikan kabar gembira bahwa Allah telah menerima taubat mereka. Mereka pun segera pergi menuju Rasulullah saw. dan beliau membacakan kepada mereka apa yang diturunkan tentang mereka.

Ka'b berkata, "'Taubatku kepada Allah adalah dengan mengeluarkan semua hartaku untuk shadaqah.’ Beliau berkata, 'Jangan.' Aku bertanya, 'Setengahnya,’ Beliau menjawab, 'Tidak.' Aku bertanya lagi, 'Sepertiganya?' Beliau menjawab, 'Ya.' (Al-Kasysyaf (2/61)).

Setelah turunnya firman Allah SWT tentang penerimaan taubat mereka bertiga, Allah melarang melakukan perbuatan seperti yang dahulu iaitu enggan dari Rasulullah saw untuk berjihad, Allah berfirman,

"Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah, dan bersamalah kamu dengan orang-orang yang benar.” (at-Taubah: 119).

Maksudnya, bertakwalah kalian dan jauhilah apa yang tidak diridhai Allah iaitu dengan mengingkari Rasulullah saw.. Tetapi jadilah kalian bersama Rasulullah saw. dan para sahabat beliau dalam berbagai peperangan dan janganlah kalian enggan dari peperangan itu untuk duduk-duduk bersama orang-orang munafik di rumah. Jadilah kalian di dunia ini bersama orang-orang yang benar dan jujur dalam keimanan mereka dan dalam janji mereka, atau dalam agama Allah baik secara niat, kata, dan perbuatan. Hal itu menjadikan kalian di akhirat nanti bersama orang-orang benar di dalam syurga.

Ash-Shidq adalah ketetapan hati pada agama Allah dan syari'at-Nya, menjalankan perintah-perintah-Nya, dan taat kepada Rasulullah saw.. Kebenaran dan kejujuran mereka bertiga dalam penyesalan mereka atas apa yang telah mereka lakukan menjadikan taubat mereka diterima oleh Allah SWT. Karena itu, sesungguhnya kebenaran dan kejujuran dalam sikap merupakan jalan keselamatan dan kebahagiaan. Rasulullah saw. bersabda dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Baihaqi secara marfu',

"Sesungguhnya kejujuran itu mengajak kepada kebaikan, dan kebaikan itu membawa ke syurga, dan sesungguhnya dusta itu mengajak kepada keburukan, dan keburukan itu membawa ke neraka, dan dikatakan kepada orang yang jujur: "jujur dan baik, sementara dikatakan kepada pendusta: bohong dan buruk, dan sesungguhnya orang itu selalu jujur sehingga dia dicatat oleh Allah sebagai orang yang jujur, dan apabila dia selalu dusta sehingga dia dicatat oleh Allah sebagai pendusta." (HR Baihaqi).

Meninggalkan dusta seperti yang diwasiatkan oleh Nabi saw. merupakan jalan untuk meninggalkan semua maksiat seperti minuman keras (miras), berzina, mencuri, dan lainnya.

Tidak diperbolehkan untuk melakukan bohong kecuali dalam tiga perkara, iaitu dalam perang, pada saat menengahi orang yang berselisih, dan rayuan suami untuk menyenangkan hati istrinya, seperti dia mengatakan kepada istrinya, "Kamu adalah orang yang paling cantik dan orang yang paling aku sayangi, adapun selain itu seperti urusan kepentingan rumah tangga dan nafkah atau lainnya, tetap tidak boleh.

Ibnu Abi Syaibah dan Imam Ahmad meriwayatkan dari Asmaa' binti Yazid dari Nabi saw. bersabda,

"Semua dusta menjadi ketetapan dosa atas anak Adam kecuali seseorang yang berdusta dalam tipuan perang atau menengahi dua orang yang berselisih atau seseorang yang rnerayu istrinya untuk menyenangi hatinya." (HR Ibnu Abu Syaibah dan Ahmad).

Dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Ibnu 'Uday dan Baihaqi dari 'lmran bin Hashin, iaitu hadits dha'if,

“Sesungguhnya dalam bantahan sangat luas dari dusta."

Fiqih Kehidupan atau Hukum-Hukum.

Topik ayat-ayat ini adalah taubat dan kejujuran. Adapun taubat, itu diberikan menyeluruh kepada setiap orang yang ikut dalam Perang 'Usrah atau Perang Tabuk, hal itu sebagai karunia dan rahmat dari Allah setelah mereka mengalami kesulitan berat selama perang tersebut. Jabir berkata, "Terkumpul pada mereka, kesulitan kendaraan unta, kesulitan perbekalan makanan, dan kesulitan air bersih.”

Zamakhsyari mengatakan dalam hal firman Allah SWT (تَّابَ ٱللَّهُ عَلَى ٱلنَّبِيِّ) adalah firman Allah,

“Agar Allah memberikan ampunan kepadamu (Muhammad) atas dosamu yqng lalu dan yang akan datang." (al-Fath: 2).

Dan firman-Nya "dan mohonlah ampunan untuk dosamu." (al-Mu'min: 55).

Hal itu sebagai sugesti dan dorongan bagi orang-orang Mukmin untuk bertaubat, sesungguhnya tak ada seorang Mukmin pun kecuali dia perlu pada taubat dan istighfar sampai Nabi, orang-orang golongan Muhaiirin dan Anshar; dan sebagai keterangan atas kemuliaan taubat serta tingginya nilainya di sisi Allah SWT. Sesungguhnya sifat orang-orang taubat yang pertama merupakan sifat para nabi (Al-Kasysyaf (2/61)).

Taubat ini juga mencakup tiga orang yang enggan dari Perang Tabuk, iaitu mereka yang perkara ditangguhkan dari orang-orang munafik, tak ada keputusan tentang perkara mereka. Hal itu karena orang-orang munafik mereka taubatnya tidak diterima, dan ada beberapa kaum yang mengajukan uzur dan uzur mereka diterima, Rasulullah saw. menangguhkan status mereka sampai akhirnya turun ayat Al-Qur'an tentang mereka. Inilah yang benar seperti yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dan Bukhari dan lainnya, Ka'b berkata seperti dalam riwayat Muslim, "Kami bertiga yang telah ditangguhkan dari perkara mereka yang diterima oleh Rasulullah saw pada saat mereka datang untuk bersumpah pada beliau. Beliau pun membaiat mereka dan memohon ampum bagi mereka, sementara beliau menangguhkan perkara kami sampai ada keputusan dari Allah, maka dari itu Allah Azzawa Jalla berfirman (وَعَلَى ٱلثَّلَٰثَةِ ٱلَّذِينَ خُلِّفُواْ) dan apa yang Allah sebutkan tentang penangguhan kami karena kami enggan dari perang itu, melainkan memang beliau meninggalkan kami dan menangguhkan perkara kami daripada orang-orang yang bersumpah pada beliau dan meminta maaf, beliau pun mereka hal itu (Tafsir Ibnu Katsir).

Sifat-sifat yang tiga yang telah Al-Qur'an sifati bagi mereka merupakan dalil atas kejujuran dan kebenaran mereka dalam bertaubat. Allah pun memerintahkan untuk jujur dan benar setelah tiga sifat ini, dan perintah ini menjadi umum bagi seluruh Mukmin yang di sana Allah memerintahkan untuk selalu dan tetap berada bersama golongan orang-orang yang jujur dan benar dan selalu berjalan di jalan mereka. Ayat ini mewajibkan kita untuk berlaku jujur dan benar. Ini adalah perintah yang baik setelah tiga kisah ini dimana kejujuran dan kebenaran membawa manfaat bagi mereka dan menjauhkan mereka dari golongan orang-orang munafik dan menjadi bukti betapa mulianya kejujuran serta kebenaran dan betapa tinggi derajatnya di sisi Allah.

Tidak diragukan lagi bahwa taubat nasuha menjadi ciri dan kriteria paling menonjol dalam hal kejujuran dan kebenaran. Tak ada pilihan bagi seorang yang berakal dan bertakwa kecuali terus berpegang pada kejujuran dan kebenaran dalam kata dan ucapan, dan selalu ikhlas dalam perbuatan, suci dalam segala keadaan. Barangsiapa yang mempunyai sifat-sifat seperti, dia akan bersama orang-orang baik dan akan mendapat keridhaan Allah Yang Maha Pengampun.

Dua sikap kejujuran dan keimanan sebagai perbandingan dengan orang-orang yang enggan.

Pertama

"Dari Abu Dzar al-Ghiffary bahwa untanya berjalan sangat lamban, maka diapun membawa barang-barangnya di atas belakangnya (punggungnya), dan dia berjalan mengikuti jejak langkah Rasulullah saw. maka ketika Rasulullah saw. melihat rombongannya beliau berkata, Jadilah Abu Dzar! Maka orang-orang berkata Itu dia orangnya, dan beliau berkata, “Allah merahmati Abu Dzan dia berjalan sendirian, dia akan meninggal dunia sendirian dan akan dibangkitkan sendirian,"

Kedua

Bahwa pernah Abu Khaitsamah al-Anshari mendatangi kebunnya. Istrinya yang cantik dan jelita pun menghamparkan tikar di bawah teduhan untuknya, kemudian sang istri membawakannya buah kurma dan air yang dingin. Dia melihatnya seraya berkata, "Tempat yang teduh, kurma yang masak, air yang dingin, dan istri yang cantik jelita, sementara Rasulullah saw. dalam suasana panas dan berangin, tentunya hal ini tidak baik. Dia pun segera pergi dengan untanya dengan membawa pedang dan tombaknya, lalu berjalan bagaikan angin. Rasulullah saw membentangkan surban beliau ke jalan dan ternyata ada seseorang di atas hewan tunggangannya yang terbayang-bayangi metamorgana. Beliau berkata, "Jadilah Abu Khaitsamah!" Ternyata memang dia dan Rasulullah saw pun senang dengannya dan beristighfar memohon ampun baginya (Al-Kasysyaf (2/61)).

Kesimpulan

Beberapa kesimpulan yang dapat kita ambil daripada kuliah ini ialah:

1. Allah SWTtelah memuliakan dan meridhai Nabi-Nya, dan menerima taubat para sahabat beliau yang beriman yang menemani dan ikut bersama beliau dalam Perang Tabuk Ketika keadaan sukar dan susah yang dinamakan Ghazwatul 'Usrah - perang masa susah - dan pasukan tentaranya pun dinamakan pasukan susah yang dipersiapkan dan dibiayai Utsman bin Affan dan beberapa orang lainnya dari para sahabat Nabi.

2. Nabi memohon ampun daripada Allah karena beliau telah mengizinkan orang-orang munafik untuk tidak ikut berperang berdasarkan dari hasil ijtihad beliau sendiri yang tidak disetujui Allah SWT.

3. Penerimaan tobat para sahabat dari golongan Muhajirin dan Anshar karena adanya perasaan berat hati pada sebagian mereka untuk turut berperang, atau karena mereka mendengar dari orang-orang munafik yang mempengaruhi mereka berupa fitnah.

4. Taubat di sini bererti Allah redha dan belas kasihan dengan Nabi dan para sahabat Nabi mendapat taufiq dari Allah SWT.

5. Allah SWT pun menerima taubat para mukminin Ketika keraguan timbul dalam hati mereka semasa ikut perang yang menempuh berbagai kesusahan dan kesengsaraan di medan perang.

6. Tujuan Allah SWT menyebut tentang penerimaan taubat ialah sebagai penegasan dan penghormatan agar hilang keraguan pada jiwa mereka, serta menghilangkan bisikan dalam hati mereka.

7. Ada tiga orang iaitu Ka’b bin Malik, Hilal bin Umayya Al Waqifi, dan Murarah bin ar-Rabi’ al-Amiri yang menyesali sikap mereka yang tidak pergi berperang kerana malas, lebih suka bersenang-senang dan duduk tinggal di Madinah. Mereka mengikat diri mereka di Masjid Nabi dan hanya mereka harapkan Nabi Sahaja yang membuka ikatan mereka. Mereka bertiga ini pun Allah ampunkan dosa mereka.

8. Allah memberikan mereka tiga sifat iaitu (a) mereka merasa bumi ini sempit dengan penyisihan para sahabat, dan isteri mereka, (b) jiwa mereka terasa sempit kerana susah hati, (c) mereka merasa tidak ada tempat lari dari siksa Allah atas perbuatan mereka.

9. Pengajaran Allah kepada mereka ialah bersamalah dengan Rasulullah saw. dan para sahabat beliau dalam berbagai peperangan dan janganlah kalian enggan dari peperangan itu untuk duduk-duduk bersama orang-orang munafik di rumah. Jadilah kalian di dunia ini bersama orang-orang yang benar dan jujur dalam keimanan mereka dan dalam janji mereka, atau dalam agama Allah baik secara niat, kata, dan perbuatan.

10. Kesimpulannya, kebenaran dan kejujuran mereka bertiga dalam penyesalan mereka atas apa yang telah mereka lakukan menjadikan taubat mereka diterima oleh Allah SWT. Karena itu, sesungguhnya kebenaran dan kejujuran dalam sikap merupakan jalan keselamatan dan kebahagiaan.

11. Meninggalkan dusta seperti yang diwasiatkan oleh Nabi saw. merupakan jalan untuk meninggalkan semua maksiat seperti minuman keras (miras), berzina, mencuri, dan lainnya.

12. Allah memerintahkan orang-orang mukmin untuk selalu dan tetap berada bersama golongan orang-orang yang jujur dan benar dan selalu berjalan di jalan mereka.

DrIsbah, Teras Jernang.

Rujukan:

[1] Tafsir Al-Munir Jilid 6 - Juzuk 11 & 12 (Bahasa Indonesia), dari mukasurat 81 hingga 88.

No comments:

Post a Comment