Saturday 17 September 2022

DALAM KESULITAN MENGADULAH KEPADA ALLAH.

Allah SWT memaklumkan kepada kita bahwa Dia adalah Zat Yang Maha melakukan apa saja yang dikehendaki-Nya. Ia Maha Mengatur ciptaan-Nya sesuai dengan yang diinginkan-Nya, dan bahwa tidak ada penghalang apa pun yang boleh menghukumi-Nya. Tiada seorang pun yang mampu menghindarkan hukum-Nya dari ciptaan-Nya, bahkan Allah SWT adalah Zat Yang Esa tiada sekutu bagi-Nya. Dia akan mengabulkan permintaan siapa saja yang Ia kehendaki.

Katakanlah kepada orang-orang musyrik wahai Rasul, "Bagaimana jika adzab Allah SWT datang menimpa kalian, sebagaimana adzab yang telah menimpa umat-umat terdahulu, seperti gempa, angin taupan, halilintar yang berkilat, badai, dan banjir? Bagaimana jika hari Kiamat didatangkan kepada kalian dengan segala macam kepanikan, kehinaan, dan hiruk pikuk malapetaka yang menakutkan? Adakah kalian akan menyeru kepada selain Allah SWT untuk menghindar dari apa yang menimpa diri kalian? Ataukah kalian akan menyeru kepada berhala yang kalian jadikan sebagai tempat berlindung? Ataukah kalian memercayai berhala-berhala itu sebagai Tuhan dan sebagai sekutu Allah SWT?

Kemudian, Allah SWT memberikan mereka jawaban dengan nada mencemuh dari pertanyaan-pertanyaan ini melalui firman-Nya (بَلۡ) untuk menggugurkan semua yang telah disebutkan sebelumnya. Adapun jawabannya adalah bahwa pada saat kalian tertimpa kesengsaraan, malapetaka, dan cobaan, kalian hanya meminta kepada kepada Allah semata. Kalian meminta agar Ia menghilangkan segala penderitaan yang ditimpakan kepada kalian dan Allah SWT menghilangkan penderitaan tersebut sesuai dengan hikmah dan kehendak-Nya. Pada saat itu, kalian melupakan apa yang selama ini membuat kalian musyrik. Kalian meninggalkan tuhan-tuhan kalian dan yang kalian ingat hanyalah Allah SWT semata, sebagaimana firman Allah SWT,

"Dan apabila kamu ditimpa bahaya di lautan, niscaya hilang semua yang (biasa) kamu seru, kecuali Dia. Tetapi ketika Dia menyelamatkan kamu ke daratan, kamu berpaling (dari-Nya). Dan manusia memang selalu ingkar (tidak bersyukur)." (al-Israa': 67).

"Maka apabila mereka naik kapal, mereka berdoa kepada Allah dengan penuh rasa pengabdian (ikhlas) kepada-Nya, tetapi ketika Allah menyelamatkan mereka sampai ke darat, malah mereka (kembali) mempersekutukan (Allah)." (al-'Ankabuut:65).

"Dan apabila mereka digulung ombak yang besar seperti gunung, mereka menyeru Allah dengan tulus ikhlas beragama kepada-Nya. Tetapi ketika Allah menyelamatkan mereka sampai di daratan, Ialu sebagian mereka tetap menempuh jalan yang lurus. Adapun yang mengingkari ayat-ayat Kami hanyalah pengkhianat yang tidak berterima kasih." (Luqmaan:32).

Dalam ayat-ayat 40 hingga 45, Surah Al-An’aam (6), Allah SWT menyatakan mengenai kekuasaan, ke-Esa-an, dan keterangkuman hidup manusia berada dalam genggaman-Nya.

Katakanlah (wahai Muhammad): "Khabarkanlah kepadaku, jika datang kepada kamu azab Allah, atau datang kepada kamu hari kiamat, adakah kamu akan menyeru yang lain dari Allah (untuk menolong kamu), jika betul kamu orang-orang yang benar?" (Al-An’aam (6) : 40).

Bahkan Dia lah (Allah) yang kamu seru lalu Ia hapuskan bahaya yang kamu pohonkan kepadaNya jika Ia kehendaki; dan kamu lupakan apa yang kamu sekutukan (dengan Allah dalam masa kamu ditimpa bahaya itu). (Al-An’aam (6) : 41).

Dan demi sesungguhnya Kami telah utuskan Rasul-rasul kepada umat-umat yang dahulu daripadamu (lalu mereka mendustakannya), maka Kami seksakan mereka dengan kebuluran dan penyakit, supaya mereka berdoa (kepada Kami) dangan merendah diri (serta insaf dan bertaubat). (Al-An’aam (6) : 42).

Maka alangkah eloknya kalau mereka berdoa kepada Kami dengan merendah diri (serta insaf dan bertaubat) ketika mereka ditimpa azab Kami? Tetapi yang sebenarnya hati mereka keras (tidak mahu menerima kebenaran), dan Syaitan pula memperelokkan pada (pandangan) mereka apa yang mereka telah lakukan. (Al-An’aam (6) : 43).

Kemudian apabila mereka melupakan apa yang telah diperingatkan mereka dengannya, Kami bukakan kepada mereka pintu-pintu segala kemewahan dan kesenangan, sehingga apabila mereka bergembira dan bersukaria dengan segala nikmat yang diberikan kepada mereka, Kami timpakan mereka secara mengejut (dengan bala bencana yang membinasakan), maka mereka pun berputus asa (dari mendapat sebarang pertolongan). (Al-An'aam (6) : 44).

Lalu kaum yang zalim itu dibinasakan sehingga terputus keturunannya. Dan (dengan itu bersyukurlah kerana musnahnya kezaliman, dengan menyebut): "Segala puji tertentu bagi Allah Tuhan yang memelihara dan mentadbirkan sekalian Alam". (Al-An’aam (6) : 45).

Ayat-ayat sebelum ayat 40 hingga 45, telah menjelaskan betapa bodohnya orang kafir dan betapa ilmu Allah SWT meliputi seluruh alam. Dalam ayat ini, Allah SWT menjelaskan situasi lain dari orang-orang kafir tatkala mereka diuji dengan bencana dan musibah, mereka mengadu dan kembalikan kepada Allah SWT, bahkan tidak berani mendurhakai-Nya. Hal ini dipengaruhi oleh keperluan manusia pada tauhid tersebut.

Begitulah, Allah SWT telah meletakkan di dalam fitrah manusia ketauhidan dan kepatuhan terhadap Pencipta yang hakiki dan Yang Maha Berkuasa yang kekuasaan-Nya melebihi segala sesuatu. Tiada satu pun yang mampu mengalahkan-Nya baik di langit maupun di bumi. Adapun kemusyrikan yang sifatnya adalah sementara dan berasal dari warisan kaum-kaum primitif, hingga ketika tertimpa cobaan, mereka akan memohon dengan sangat kepada Allah SWT,

"Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (lslam); (sesuai) fitrah Allah disebabkan Dia telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah. (lnilah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui." (ar-Ruum:30).

Allah SWT memberikan contoh dengan perumpamaan umat-umat terdahulu dan mengukuhkannya sebagai contoh agar dapat dijadikan pengajaran. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa kesengsaraan yang menimpa hamba-hamba-Nya itu telah menjadi sunatullah agar mereka berbalik dari kesesatannya dan menjadi sedar kembali. Kemudian, Allah SWT berfirman (وَلَقَدۡ أَرۡسَلۡنَآ) yang maksudnya adalah Allah telah mengutus para rasul kepada umat-umat sebelummu, lalu para rasul itu mengajak mereka untuk mengesakan Allah SWT dan menyembah-Nya, namun mereka tidak mengindahkan ajakannya maka Allah pun menguji mereka dengan musibah dan malapetaka, yakni dengan kefakiran, kesempitan hidup, penyakit, dan kepedihan agar mereka berdoa dan mengharap dengan sungguh-sungguh kepada Allah SWT dengan penuh kekhusyuan. Sebabnya, musibah-musibah tersebut akan membersihkan jiwa, memperkuat mental, dan meluruskan akhlak. Ayat ini berkaitan erat dengan ayat sebelumnya ketika orang-orang musyrik menempuh jalan yang berbeda dengan para nabi, seperti jalan yang di tempuh oleh orang sebelum mereka. Mereka mencabarnya agar diturunkan bencana, sebagaimana bencana yang telah diturunkan kepada umat-umat sebelumnya.

Kemudian, Allah SWT menegaskan anjuran-Nya supaya memohon dengan sungguh-sungguh dengan mengatakan, “Andai saja kalian tunduk kepada-Ku dan bersikap khusyu’ dan bertaubat tatkala datang cobaan dan tanda-tanda dari siksaan." Akan tetapi mereka tidak mau melakukannya dan hati mereka menjadi keras, yakni hati mereka tidak lembut dan halus dan mengeras bagaikan batu bahkan lebih keras lagi. Mereka tidak mau mengambil pelajaran dan syaitan akan menghiasi perbuatan mereka dengan tindakan syirik, dosa, durhaka, dan maksiat, bahkan syaitan akan membisikkan kepada mereka untuk tetap mengikuti apa yang telah dilakukan oleh nenek moyang mereka.

Kemudian, Allah SWT menurunkan siksaan kepada mereka disertai dengan penjelasan penyebab dan pertimbangannya, Allah SWT berfirman, (فَلَمَّا نَسُواْ) maksudnya adalah tatkala mereka berpaling dari para rasulnya yang membawa ajaran baik berupa berita gembira maupun peringatan, mereka melupakannya dan membelakanginya. Mereka terus berada dalam kekafiran dan kedurhakaannya, Ialu Allah SWT membukakan pintu rezeki dengan berbagai macam kemakmuran hidup, kesihatan, keamanan, dan lain sebagainya sesuai dengan yang diinginkan mereka. Ini adalah istidraj dan pembiaran dari Allah SWT kepada mereka sehingga tatkala mereka bersuka ria dengan apa yang telah mereka terima berupa rezeki, anak-anak dan harta benda. Allah SWT menjadikan mereka lalai dan menimpakan siksa yang tak terduga kepada mereka. Mereka pun menjadi putus asa dari keselamatan dan semua kebajikan.

Binasalah kaum yang menzalimi dirinya sendiri, iaitu mereka yang mendustakan rasul dan tetap berkubang dalam kemusyrikan yang membinasakan sehingga tak ada seorang pun dari mereka yang akan selamat. Pujian seutuhnya hanyalah milik Allah SWT, Tuhan seluruh alam, atas anugerah kenikmatan-kenikmatan-Nya kepada rasul-rasul-Nya dan kepada orang-orang yang taat. Ia yang menjatuhkan siksaan bagi orang-orang kafir dan rusak. Ini menunjukkan bahwa pemusnahan orang-orang yang merusak adalah bentuk nikmat dari Allah SWT dan bahwa dalam setiap kesengsaraan dan kepedihan terdapat pelajaran dan nasihat. Sesungguhnya, tenggelam dalam kemewahan hidup merupakan istidraj dan permulaan adzab. Sesungguhnya, berdzikir kepada Allah SWT adalah sebuah keharusan dalam setiap perkara.

Imam Ahmad meriwayatkan dari Uqbah bin Amir dari Nabi saw. bersabda,

"Jika kalian melihat seorang hamba yang diberikan oleh Allah SWT sesuatu yang ia inginkan dari dunia atas kemaksiatan yang ia lakukan, maka ketahuilah bahwa itu adalah istidraj." (HR Imam Ahmad).

Kemudian, Rasulullah saw membacakan ayat, (فَلَمَّا نَسُواْ مَا ذُكِّرُواْ بِهِۦ فَتَحۡنَا عَلَيۡهِمۡ أَبۡوَٰبَ كُلِّ شَيۡءٍ) sampai akhir ayat.

Dalam sebuah riwayat ath-Thabrani dan al-Baihaqi tentang bab iman disebutkan,

"Jika kamu melihat Allah SWT memberikan kepada seorang hamba sesuatu yang ia sukai dari dunia, padahal dia selalu melakukan maksiat, maka hal itu merupakan istidraj." (HR ath-Thabrani dan al-Baihaqi).

Adapun orang Mukmin tidak akan terpedaya (lengah) dengan kenikmatan dan akan bersabar saat mendapat cobaan. Imam Muslim meriwayatkan dalam hadits marfu dari Shuhaib,

"Sungguh mengagumkan perkara orang Mukmin, semua perkaranya itu baik, dan hal tersebut hanya ada pada diri orang Mukmin. Ketika ia mendapat kesenangan ia akan bersyukur, dan itu adalah kebaikan baginya, dan ketika ia tertimpa kesengsaraan ia bersabar dan itu adalah kebaikan baginya!' (HR Muslim).

Ayat (Qul araoitukum) merupakan hujjah tak terbantahkan bagi orang-orang musyrik. Ayat ini sebuah perumpamaan bagus yang digunakan dalam berargumentasi dengan mereka. Di saat tertimpa musibah, mereka mengadu kepada Allah dan pada hari Kiamat mereka akan kembali kepada-Nya. Lantas, mengapa kemusyrikan ini terus terjadi pada saat kondisi mereka sejahtera? Padahal, pada saat mereka sedang kesulitan, mereka meninggalkan berhalanya dan menyeru kepada Allah SWT agar menghilangkan adzab dari mereka? Semua ini menunjukkan adanya pengakuan dari mereka terhadap Allah SWT.

Di antara wujud sifat belas kasih Allah SWT kepada hamba-Nya adalah adanya peringatan dari Allah mengenai kondisi umat-umat terdahulu yang bisa diambil pelajaran dan nasihat. Sesungguhnya, Allah SWT mendidik hamba-hamba-Nya dengan kesengsaraan (harta benda) dan kesulitan (yang menimpa badan) serta dengan apa saja yang dikehendaki oleh-Nya,

"Dia (Allah) tidak ditanya tentang apa yang dikerjakan, tetapi merekalah yang akan ditanya." (al-Anbiyaa':23).

Hal ini supaya mereka kembali kepada Allah SWT serta berpaling dari kekafiran dan kemaksiatan sehingga mereka sadar.

Akan tetapi, pada umumnya, kedurhakaan selalu mengiringi kekafiran. Oleh karena itu, Allah SWT mencela orang kafir yang yang tidak mau berdoa dan menginformasikan bahwa mereka tidak tunduk saat diturunkannya adzab. Boleh jadi, mereka berdoa, namun tanpa disertai keikhlasan atau mereka berdoa pada saat terkena adzab dan pada saat itu hal ini tidak ada gunanya bagi mereka.

Dari penjelasan di atas, bisa dipahami bahwa berdoa diperintahkan saat kondisi lapang atau sempit. Allah SWT berfirman,

"Dan Tuhanmu berfirman, 'Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan bagimu. Sesungguhnya, orang-orang yang sombong tidak mau menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina-dina."' (al-Mu'min: 60).

Ini adalah sebuah ancaman yang teramat nyata.

Adapun adanya kedurhakaan orang kafir ditunjukkan dalam firman Allah SWT , (وَلَٰكِن قَسَتۡ قُلُوبُهُمۡ) yakni keras kepala dan keras hatinya. Hal ini merupakan ungkapan bagi orang kafir dan orang yang selalu berbuat maksiat. Mereka dalam hal ini terpengaruh oleh syaitan, (وَزَيَّنَ لَهُمُ ٱلشَّيۡطَٰنُ مَا كَانُواْ يَعۡمَلُونَ) syaitan membujuk dan menggiring mereka pada kemaksiatan.

Kenikmatan yang diberikan kepada seorang hamba bukan bererti hal itu menunjukkan keridhaan Allah SWT. Apabila kenikmatan itu dibarengi dengan kemaksiatan, hal tersebut merupakan istidraj dari Allah SWT, sebagaimana dalam firman-Nya,

"Dan Aku memberi tenggang waktu kepada mereka. Sungguh, rencana-Ku sangat teguh." (al-Qalam:45).

Sebagian ulama ada yang berkata, "semoga Allah memberikan rahmat bagi seorang hamba yang mentadabburi ayat ini, (حَتَّىٰٓ إِذَا فَرِحُواْ بِمَآ أُوتُوٓاْ أَخَذۡنَٰهُم بَغۡتَةٗ)." Muhammad bin an-Nadhr al-Haritsi mengatakan bahwa Allah SWT menangguhkan kaum-kaum ini sampai dua puluh tahun. Hasan al-Bashri mengatakan "Demi Allah, tidak ada seorang manusia pun yang diberi kelapangan duniawi oleh Allah SWT lalu ia tidak memiliki kekhawatiran bahwa hal itu adalah ujian dari Allah, kecuali amalnya akan menurun dan akalnya menjadi lemah. Tidaklah Allah menahan pemberian kepada hamba, lalu ia tidak memiliki anggapan bahwa di dalamnya ada sebuah kebaikan, kecuali amalnya akan menurun dan akalnya menjadi lemah.”

Sesungguhnya, kehancuran dan kebinasaan suatu kaum dalam pengetahuan kita merupakan hal yang menyedihkan, namun dalam takdir Allah SWT hal itu merupakan suatu pelajaran dan nasihat yang baik agar kerusakan tidak semakin merajalela.

Ayat (فَقُطِعَ دَابِرُ ٱلۡقَوۡمِ) mengandung kewajiban untuk meninggalkan kezaliman karena kezaliman selalu mendatangkan penderitaan. Ayat ini juga mengandung kewajiban untuk memuji kepada Allah SWT yang telah menghukum kezaliman agar kerusakan tidak terus berlanjut dan agar unsur kebaikan bisa tegak berdiri.

Kesimpulan

Beberapa kesimpulan yang dapat kita ambil daripada tajuk ini ialah:

1. Allah SWT mengatakan bahwa Dia adalah Zat Yang Mahakuasa yang dapat melakukan apa saja yang dikehendaki-Nya. Ia Maha Mengatur ciptaan-Nya sesuai dengan keinginan-Nya, dan bahwa tidak ada penghalang apa pun yang boleh menyekat-Nya. Tiada seorang pun yang mampu menghindarkan hukum-Nya dari ciptaan-Nya, bahkan Allah SWT adalah Zat Yang Esa tiada sekutu bagi-Nya. Dia akan mengabulkan permintaan siapa saja yang Ia kehendaki.

2. Apabila Allah memberi cobaan dan ujian, ketika itu mereka menyeru kepada Allah, namun apabila Allah selamatkan mereka dari bahaya mereka Kembali ingkar (Luqman(31):32).

3. Pada dasarnya pada diri setiap manusia sudah ada fitrah ketauhidan, terserah kepadanya sama ada menyelusuri fitrah itu atau menyangkalnya. Berbahagialah yang berpaut kepada fitrah itu dan merugilah siapa yang menafikannya.

4. "Sungguh mengagumkan perkara orang Mukmin, semua perkaranya itu baik, dan hal tersebut hanya ada pada diri orang Mukmin. Ketika ia mendapat kesenangan ia akan bersyukur, dan itu adalah kebaikan baginya, dan ketika ia tertimpa kesengsaraan ia bersabar dan itu adalah kebaikan baginya!.” (HR Muslim).

5. Pada dasarnya manusia beriman akan taat kepada Allah SWT dalam segala perintah-Nya, namun disebabkan bujukan dan rayuan syaitan mereka kadang-kadang mereka termakan dengan hasutan syaitan tersbut. Siapa yang Allah lindungi, dia akan segera bertaubat.

Semoga kita mencari fakta yang benar dan tidak menyeleweng fakta yang Allah turunkan melalui al-Quran. Aamiin!!!...

Rujukan: Tafsir Al-Munir Jilid 4 - Juzuk 7 & 8 (Bahasa Indonesia), dari mukasurat 187 hingga 192.

Dr. Ismail Abdullah, Teras Jernang, Bandar Baru Bangi, 17-09-2022.

No comments:

Post a Comment