Wednesday 18 May 2022

MENGENAI MAKSIAT HATI

Penerbit Zaman (Jakarta) pada tahun 2016 telah mengumpulkan karya Imam Al-Ghazali dari enam makalah iaitu ar-Risalah al-Wa’zhiyyah, Bidayah al-hidayah, al-Adab fi ad-Din, Minhaj al-‘Arifin, Kuldhashah at-Tashnif fi at-Tashawuff, al-Mawa’izh fi al-Ahadits al-Qudsiyyah menjadi sebuah buku yang bertajuk, “Jalan Orang Bijak”.

Buku setebal 332 mukasurat mengandungi empat (4) bab yang masing-masing mempunyai pecahan-pecahan tersendiri. Buku ini diakhiri dengan Bab 5 (Rangkuman karya-karya tasawuf) dan Bab 6 (Nasihat-Nasihat). Semua huraian di dalamnya sangat menarik untuk dikupas.

Elok pada pendapat cetusan minda, kita kupas mengenai maksiat hati yang banyak berlaku ketika ini.

Perkara yang lebih detail terkandung dalam kita Imam Al-Ghazali yang sangat tersohor, Ihya’ Ulumuddin, Ketika beliau membahaskan tajuk, “Hal-hal yang boleh menyelamatkan”.

Ada tiga penyakit hati yang utama iaitu dengki, riya’ dan ujub. Imam Al-Ghazali mencadangkan kita menghapuskan terlebih dulu tiga penyakit utama ini sebelum menghapuskan penyakit-penyakit hati yang lain.

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh At-Thabrani, Nabi SAW bersabda, “Ada tiga hal yang menghancurkan: kedekut yang diikuti, hawa nafsu yang dituruti, dan bangga terhadap diri sendiri”.

Tiga (3) perkara yang membinasakan adalah:

1. Kebakhilan dan kerakusan,

2. Hawa nafsu yang diikuti, dan

3. Seseorang yang membanggakan diri sendiri.

1. Kebakhilan dan kerakusan

Orang yang memiliki sifat buruk ini akan terlalu bergantung pada harta sehingga enggan untuk berinfak atau mengeluarkan hartanya di jalan yang wajib atau pun di jalan yang disunnahkan.

Bahkan sifat “kedekut” ini dapat mengantarkan pada pertumpahan darah, menghalalkan yang haram, berbuat zhalim, dan berbuat tindak maksiat.

Sifat “kedekut” ini benar-benar akan membawa kepada keburukan, bahkan kehancuran di dunia dan akhirat. Oleh karena itu Rasulullah SAW memperingatkan bahwa penyakit itulah sebab kehancuran.

2. Hawa nafsu yang diikuti

Secara bahasa, hawa nafsu adalah kecintaan terhadap sesuatu sehingga kecintaan itu menguasai hatinya. Kecintaan tersebut sering menyeret seseorang untuk melanggar hukum Allah Azza wa Jalla. Oleh karena itu hawa nafsu harus ditundukkan agar tunduk terhadap syari’at Allah Azza wa Jalla. Adapun secara istilah syari’at, hawa nafsu adalah kecondongan jiwa terhadap sesuatu yang disukainya sehingga keluar dari batas syari’at.

Orang yang mengikuti hawa nafsu tidak akan mementingkan agamanya dan tidak mendahulukan ridha Allah dan Rasul-Nya. Dia akan selalu menjadikan hawa nafsu menjadi kayu ukurnya.

Maka untuk selamat, orang yang mengikuti hawa nafsu mesti membiasakan dirinya untuk takut kepada Allah Azza wa Jalla sehingga akan menghentikannya dari mengikuti hawa nafsunya. Demikian juga perlu diamalkan dengan ilmu dan zikir.

Wajib bagi setiap mukmin mencintai segala yang Allah cintai sehingga mesti baginya melakukan perkara yang wajib. Jika kecintaannya bertambah, ia menambah lagi dengan melakukan amalan sunnah. Itulah tambahan untuknya.

Begitu pula wajib bagi setiap Muslim membenci segala yang Allah benci sehingga sudah selayaknya baginya menahan diri dari segala perkara yang haram. Rasa bencinya ditambah lagi dengan meninggalkan hal yang makruh (makruh tanzih).

Dalam riwayat Muslim disebutkan, “Seorang hamba tidaklah beriman hingga aku lebih ia cintai dari keluarga, harta, dan manusia seluruhnya.” (HR. Muslim no. 44).

Syaikhul Islam rahimahullah berkata, “Asas agama (Islam) adalah mencintai karena Allah dan membenci karena Allah.”

3. Seseorang yang membanggakan diri sendiri.

Ujub (bangga diri) artinya ialah perhatian seseorang kepada dirinya dengan pandangan yang sempurna, tetapi lupa kepada nikmat Allah, karena meremehkan orang lain adalah kibr yang tercela. Demikian dinukil ibnu hajar dari Al-Qurthubi. Seorang penyair berkata : Jauhilah penyakit ujub, sesungguhnya penyakit ujub akan mengheret amalan pelakunya ke dalam aliran deras arusnya.

Sesungguhnya racun ujub akan mengantarkan pelakunya kepada penyakit-penyakit kronik lainnya, seperti:

• Lupa untuk bersyukur kepada Allah, bahkan malah mensyukuri diri sendiri, seakan-akan amalan yang telah dia lakukan adalah karena kehebatannya.

• Lenyap darinya sifat tunduk dan merendah di hadapan Allah yang telah menganugerahkan segala kelebihan dan kenikmatan kepadanya.

• Terlebih lagi lenyap sikap tawadhu’ di hadapan manusia. • Bersikap sombong (merasa tinggi) dan merendahkan orang lain, tidak mau mengakui kelebihan yang dimiliki oleh orang lain. Jiwanya senantiasa mengajaknya untuk menyatakan bahwasannya dialah yang terbaik, dan apa yang telah diamalkan oleh orang lain merupakan perkara yang biasa yang tidak patut untuk dipuji. Berbeza dengan amalan dan karya yang telah ia lakukan maka patut untuk dipuji.

Ibnu Sa’ad menceritakan di dalam kitabnya ath-Thabaqat, bahwasanya Umar bin Abdul Aziz apabila berkhutbah di atas mimbar kemudian dia khawatir muncul perasaan ujub di dalam hatinya, dia pun menghentikan khutbahnya. Demikian juga apabila dia menulis tulisan dan takut dirinya terjangkit ujub maka dia pun menyobek-nyobeknya, lalu dia berdoa, “Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepadamu dari keburukan hawa nafsuku.”

Semoga kita tetap berusaha memperbaiki hati setiap masa supaya apabila kita Kembali kepada Allah, maka hati kita ialah hati yang salim (selamat) dari segala dosa dan maksiat. Aamiin…

DrIsbah, Teras Jernang, 18-5-2022.

Rujukan:

[1] Imam Al-Ghazali, “Jalan Orang Bijak”, Zaman, Jakarta (2016).

[2] https://telisik.id/news/3-perkara-yang-dapat-membinasakan-seorang-muslim.

No comments:

Post a Comment