Monday 5 April 2021

Prinsip Chi (Qi) pada manusia

Prinsip Yin dan Yang menjadi pegangan kuat kepercayaan kuno orang China selama berabad-abad yang memiliki inti kepercayaan di dalam hukum keseimbangan Yin dan Yang.

Hal ini digambarkan secara jelas dalam I Ching (Kitab Perubahan) yang dimiliki oleh orang China selama berabad-abad. Prinsip Yin Yang ini menekankan akan keharmonian dari alam semesta atau kosmologi (Jung Young Lee, 1996).

Dari prinsip Yin Yang ini muncul energi atau energi “penggerak” dari semua perubahan yang terjadi di dalam alam semesta ini yang disebut dengan “ch’i”. Ch’i inilah yang dianggap nafas atau jiwa manusia yang menjadikan manusia itu hidup dan dinamik.

Konsep pemikiran China tentang Chi dikembangkan oleh para ahli filsuf mereka seperti Lao-tzu, Kong Fu Tzu (Konfusius), Men Zi (Mencius) dan lainnya antara abad enam dan empat sebelum Masehi (Lee, J. Y. 1996). Menurut Kamus Besar China-Indonesia, ch’i (qi) berarti gas, udara, nafas, bau, hawa/cuaca, sikap, semangat, jiwa, kemarahan, dan hina (Mah, 2004).

Menurut Simpkins & Simpkins (2004), kata ch’i sama dengan kata Yunani Pneuma dan kata Sansekerta Prana yang berarti napas, pernapasan, angin, dan spirit yang vital, jiwa. Menurutnya, segala sesuatu di alam semesta, baik yang bergerak dan tidak bergerak, merupakan bagian dari samudra luas ch’i. Segala sesuatu adalah ch’i baik materi padat maupun energy (Kamus Besar China – Indonesia. 1995).

Sedangkan menurut Skinner (2002), “Ch’i, merupakan tenaga yang vital, mengisi dunia pemikiran pengikut filosofi China. Ch’i adalah Tenaga Kosmik yang menghidupkan dan menginfus (memberi nafas) semua hasil cipta alam, memberikan energi kepada manusia, kehidupan kepada alam, pergerakan kepada air dan pertumbuhan kepada tanaman.

Dinamika manusia adalah karena adanya Chi (Qi), sedangkan Ch’i berada di dalam diri orang.( Simpkins & Simpkins, 2004)

Menurut Rossbach (1984) ada dua macam Chi (Qi). Dia menyatakan bahwa dalam tulisan Cina Chi membawa dua makna iaitu kosmik dan manusia. Chi kosmik mengandung air, wap, gas, cuaca, dan daya (force). Chi pada manusia pula termasuklah nafas, aura, adab dan tenaga. Kedua-dua jenis Chi ini tidak terpisahkan. Chi pada manusia dipengaruhi oleh langit dan bumi.

Lee (1996) memberikan pengertian Chi bahwa Chi dari segi kosmik dinyatakan sebagai pemikiran Chi, tenaga penting yang merupakan kuasa dan intipati badan. Chi hampir sama dengan ruh, dalam Hebrew dikatakan sebagai “ruach” dan dalam Greek dikatakan sebagai “pneuma” kedua-duanya diterjemahkan sebagai angina atau nafas.

Dari beberapa definisi di atas, maka penulis mengambil kesimpulan bahwa ch’i dapat diartikan sebagai nafas, angin, roh atau jiwa. Chi ini juga menunjuk kepada nafas atau jiwa manusia dan Ruh Kosmis yang menghidupkan dan memberikan energi di dalam mempertahankan kehidupan di dalam dunia ini.

DrIsbah, Teras Jernang, 05-04-2021

Rujukan

Jung Young Lee, J. Y. 1996. The Trinity in Asian Perspective. Nashville : Abingdon Press

Kamus Besar China – Indonesia. 1995. Beijing : Pustaka Bahasa Asing, ms. 673

Mah, Yeow-Beng. 2004. “Living in Harmony with One’s Environment : A Christian Response to Feng Shui” dalam The Asia Journal of Theology Volume 18 No. 2, Oktober 2004, 344

Rossbach, S. 1984. Feng Shui. London : Rider, ms. 23

Simpkins, C. A. & Simpkins, Annellen. 2004. Belajar Tao dalam Sepuluh Langkah. Yogyakarta : Ar-ruzsz Media Yogyakarta, ms. 106

Skinner, S. 2002. Feng Shui.Semarang : Dahara Prize, 2002, ms. 39.

Yun, D. C. 1981. Philosophical Taoisme dalam Dictionary of Living Religions (Ed. Keith Crim; Nashville : Abingdon, ms. 738

APAKAH KESIHATAN LESTARI?

Kesihatan Lestari ialah Kesihatan Yang Berpanjangan. Mungkin ada sedikit sakit ringan kadang-kadang, tetapi pada masa-masa yang lain kesihatan kita baik sepanjang masa. Bagaimana mencapainya?

Pada diri manusia ada dua unsur yang sangat penting iaitu jasad dan ruh. Kedua-duanya saling memerlukan. Penciptaan jasad dan peniupan roh ke dalam jasad tersebut dalam Surah As Sajdah (32), ayat 9.

“Kemudian Dia menyempurnakan kejadiannya, serta meniupkan padanya, ruh ciptaanNya, dan ia mengurniakan kepada kamu pendengaran dan penglihatan serta hati (akal fikiran), (supaya kamu bersyukur), tetapi amatlah sedikit kamu bersyukur.” (As Sajdah (32) : 9).

Persoalan yang mendalam tentang kewujudan jasad dan ruh boleh dilihat dalam Agos Mustafa (2014). Beliau memberikan kupasan yang mendalam tentang jasad, jiwa (nafs) dan ruh, namun dalam tulisan ini kita hanya akan menyatakan bahwa jasad dan ruh adalah ciptaan Allah SWT.

Dalam Surah Al-Isra (17) ayat 85, Allah menyatakan bahwa informasi tentang ruh hanya sedikit sahaja diberikan kepada manusia, sementara dalam Surah Az Zumar (39), ayat 42, Allah menyatakan tentang jiwa. Allah memegang jiwa ketika seseorang itu mati dan Dia melepaskan jiwa yang lain ketika bangun dari tidur. Jadi, kita boleh membuat kesimpulan bahwa terdapat perbezaan antara ruh dan jiwa. Istilah ruh dalam Al-Quraan hanya muncul beberapa kali sementara istilah jiwa muncul ratusan kali (Agos Mustafa, 2014, mukasurat 205).

Menurut Abdul Mujib & Yusuf Mudzakir (2003), nafs (jiwa) dalam khazanah Islam memiliki banyak pengertian. Nafs dapat berarti jiwa (Soul, Psyche), nyawa dan lain-lain. Semua kekuatan yang ada pada nafs (jiwa) bersifat tersembunyi, tetapi manusia dapat menguasainya jika manusia mengusahakannya. Setiap komponen yang ada memiliki daya-daya tersembunyi yang dapat menggerakkan tingkah laku manusia. Secara nyata nafs (jiwa) membentuk kepribadian, yang perkembangannya dipengaruhi oleh faktor dalaman dan luaran.

Ramai sekali ilmuwan Islam mencuba mengungkap rahasia tentang nafs (jiwa), salah seorangnya ialah Hujjatul Islam Imam Al-Ghazali melalui karya agungnya Ihya Ulum al-Din. Tulisan ini tidak bermaksud untuk mengupas secara mendalam mengenai karya Imam Al-Ghazali, kita hanya akan menyentuh hal-hal yang berkaitan dengan jiwa yang memberikan dinamisma kepada manusia.

Ruh secara pengertian biologis, ialah benda halus yang bersumber dari darah hitam di dalam rongga hati yang berupa daging yang berbentuk seperti pohon cemara. Benda halus ini tersebar melalui nadi dan pembuluh balik pada seluruh bagian tubuh. Ruh jasmaniah ini mampu menjadikan manusia hidup dan bergerak serta merasakan berbagai rasa. Ruh ini dapat diumpamakan sebagai lampu yang mampu menerangi setiap sudut organ. Inilah yang disebut nyawa. Dalam pengertian ini ianya bermaksud jiwa atau nafs seperti yang disebut dalam Abdul Mujib & Yusuf Mudzakir (2003). Ia dapat berfikir, mengingat, mengetahui dan sebagainya, ia juga penggerak bagi keberadaan jasad manusia, sifatnya ghaib.

Jiwa atau nafs ini dapat dikatakan sebagai fitrah asal yang menjadi esensi (hakekat) struktur manusia. Fungsinya berguna untuk memberikan motivasi dan menjadikan dinamisasi tingkah lakunya. Ruh ini membimbing kehidupan spriritual nafsani manusia.

Dalam Misykah Al-Anwar karya Imam Al-Ghazali yang telah diterjemahkan oleh M. Baqir (Al-Ghazali, 1993) menceritakan perihal ruh secara lebih mendalam dan tulisan ini tidak menjurus ke situ.

Kadang-kadang kata jiwa (al-nafs) dimaksudkan darah dan pada nyawa (hidup). Kata akal kadang-kadang dimaksudkan pada tempat berpikir, iaitu otak, dan jangan dimaksudkan pada kecerdasan dan pengertian dari pengatur badan, semua itu berhubungan dengan otak (Said Hawwa, 1995). Itulah substansi jiwa yang sebenarnya, sesuatu yang halus (lathifah) ketuhanan (Rabbaniyah) dan keruhanian (Ruhaniyah) murni, iaitu jiwa kecil (mikrokosmos) yang berfungsi untuk mengimbangi jiwa alam yang besar (makrokosmos).

Agos Mustafa (2014) pada mukasurat 205 membuat kesimpulan bahwa manusia tersusun dari tiga (3) lapisan kewujudan iaitu badan (jasad), jiwa (nafs) dan ruh. Badan adalah sesuatu benda yang ujud, jiwa adalah tenaga dan ruh adalah system maklumat. Badan dan jiwa ialah sesuatu yang mati, ianya hidup disebabkan adanya system maklumat yang bekerja padanya. Kalau tidak ada system maklumat yang menggerakkannya, badan dan jiwa akan menjadi alat-alat yang tidak mempunyai daya atau mati.

Ruh merupakan sesuatu yang dikurniakan Allah kepada manusia, makhluk ciptaanNya. Ruh membawa bersamanya sifat-sifat ketuhanan seperti hidup, berkehendak, mendengar, melihat, berbuat, kreatif, berbicara, dan lain-lain.

Dalam Surah Asy Syams (91) ayat 7 hingga 10, Allah menerangkan bahwa jiwa itu boleh diarahkan kepada ketakwaan dan juga boleh diarahkan kepada kefasikan bergantung kepada keinginan atau pilihan manusia itu sendiri.

“Demi diri manusia dan Yang menyempurnakan kejadiannya (dengan kelengkapan Yang sesuai Dengan keadaannya)” (Asy Shams, ayat 7). “Serta mengilhamkannya (untuk mengenal) jalan Yang membawanya kepada kejahatan, dan Yang membawanya kepada bertaqwa” (Asy Shams, ayat 8) “Sesungguhnya berjayalah orang Yang menjadikan dirinya - Yang sedia bersih - bertambah-tambah bersih (dengan iman dan amal kebajikan)” (Asy Sahms, ayat 9), “Dan Sesungguhnya hampalah orang Yang menjadikan dirinya - Yang sedia bersih - itu kusut dan terbenam kebersihannya (dengan sebab kekotoran maksiat)” (Asy Shams, ayat 10).

Jiwa perlu dididik kearah ketakwaan melalui ruh yang dibekalkan Allah kepada kita agar hidup ini menuju kepadaNya dan tidak menuju kepada yang lain. Jika Allah mematikan system maklumat sepadu yang dinamakan ruh itu, maka badan dan jiwa tidak bermakna lagi kerana penggerak system maklumat sepadu itu sudah tidak ada.

Dialah Maha Mengetahui tentang ruh, namun tentang jiwa (nafs) boleh dikaji oleh ilmu kedoktoran. Terdapat perkaitan yang sangat rapat antara ruh dan jiwa.

Agar tidak menimbulkan kekeliruan, maka dalam tulisan ini kita memfokuskan kepada jiwa (an-nafs) sahaja sebagai alat yang dikurniakan oleh Allah kepada manusia untuk menjalankan kegiatan hidup sehingga Allah memanggilnya kembali untuk menghadapNya.

Juga dalam tulisan ini kita akan cuba menerangkan konsep Qi (disebut Chi) sebagai tenaga yang bergerak dalam diri manusia dan melalui meridian manakah pergerakan itu berlaku. Juga akan disentuh tentang psiologi manusia dan mencari perkaitan antara konsep-konsep tersbut.

Setiap manusia dari dulu hinggalah kini terdedah kepada gelombang geomagnetik yang datang dari luar bumi dan reaksi yang terjadi dalam diri manusia yang kita sebut sebagai biomagnetik. Badan akan berinteraksi dengan gelombang luar dengan menggunakan kekuatan biologi dalaman manusia. Senaman kesihatan lestari Waitankung berfungsi mengaktifkan Qi dalam badan manusia bagi menghadapi serangan luaran dan sekaligus memperkuatkan system pertahanan badan (body immune system) agar serangan luar dan juga serangan dari dalam badan dapat dipatahkan dan sekaligus mengekalkan kesihatan yang berpanjangan (lestari).

Juga akan dimuatkan testimony para pengamal senaman Waitankung tentang keberkesanan senaman waitankung terhadap kesihatan mereka. DrIsbah, Teras Jernang, 05-04-2021

Rujukan

Abdul Mujib & Yusuf Mudzakir. 2003. Nuansa-nuansa Psikologi Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Ms. 46

Abdul Mujib & Yusuf Mudzakir. 2003. Op. cit., ms. 42

Abdul Mujib & Yusuf Mudzakir. 2003. Op. cit., ms. 52-53

Agos Mustafa (2014). Al-Quraan Inspirasi Sains. PADMA Press, Surabaya, Indonesia.

Ching, Julia. 1993. Chinese Religions. Maryknoll : Orbis Books, 1993, ms. 102

Hanna, D.B. 1995. Integrasi Psikologi dengan Islam, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, ms. 78

Herlianto. 1990. Humanisme dan Gerakan Zaman Baru. Bandung : Kalam Hidup, ms. 70

Herlianto. 1999. Tenaga Dalam dan Penyembuhan Holistik – Tinjauan Iman Kristen. Bandung : Yabina, ms. 56

Imam Al-Ghazali, Ihya Ulum Al-Din, Juz III, Op. cit., ms. 3

Imam Al-Ghazali. 1993. “Misykat Cahaya-cahaya” (terj.M. Bagir, dari judul asli “Misykat Al-Anwar), penerbit Mizan, Bandung, Cet. IV, ms. 80-82.

Jung Young Lee, J. Y. 1996. The Trinity in Asian Perspective. Nashville : Abingdon Press

Kamus Besar China – Indonesia. 1995. Beijing : Pustaka Bahasa Asing, ms. 673

Mah, Yeow-Beng. 2004. “Living in Harmony with One’s Environment : A Christian Response to Feng Shui” dalam The Asia Journal of Theology Volume 18 No. 2, Oktober 2004, 344

Rossbach, S. 1984. Feng Shui. London : Rider, ms. 23

Said Hawwa. 1995. “Jalan Ruhani” (terj. Drs. Khairul Rafi’ M, Ibnu Thaha Ali, judul asli “Tarbiyatu Al-Ruhani”),Mizan, Bandung, ms. 48

Simpkins, C. A. & Simpkins, Annellen. 2004. Belajar Tao dalam Sepuluh Langkah. Yogyakarta : Ar-ruzsz Media Yogyakarta, ms. 106

Skinner, S. 2002. Feng Shui.Semarang : Dahara Prize, 2002, ms. 39.

Yun, D. C. 1981. Philosophical Taoisme dalam Dictionary of Living Religions (Ed. Keith Crim; Nashville : Abingdon, ms. 738

Kong, W. L. 2015. “Seminar Waitankung”. Sekinchan, Selangor.